14 Okt 2015

Tak Ada Belanda di Piala Eropa 2016, Puk Holland Puk

Belanda akan absen di Piala Eropa 2016 karena tak mampu melewati babak kualifikasi. Inilah kali pertama sejak 1984 mereka gagal menembus putaran final Piala Eropa.

Belanda dipastikan gagal lolos usai dikalahkan Republik Ceko 2-3 dan pada saat bersamaan Turki mengalahkan Islandia 1-0. Padahal, untuk lolos ke putaran final, Belanda wajib menang atas Republik Ceko dan Turki harus kalah dari Islandia.

Di klasemen akhir Grup A, Oranje menempati posisi keempat. Juara Piala Eropa 1988 itu cuma mengumpulkan 13 poin dalam 10 pertandingan. 

Sementara itu, Turki yang mengoleksi 18 poin lolos otomatis sebagai tim peringkat ketiga terbaik. Mereka menyusul Islandia dan Republik Ceko yang menempati dua posisi teratas.

Terakhir kali Belanda absen di perhelatan Piala Eropa adalah pada tahun 1984 silam. Saat itu, mereka juga gagal melewati babak kualifikasi karena kalah bersaing dengan Spanyol.

Uniknya, ada kesamaan di antara Piala Eropa 1984 dan Piala Eropa 2016 yang tak akan diikuti oleh Belanda, yaitu digelar di Prancis. Saat Piala Eropa pertama kali digelar pada 1960 di Prancis, Belanda juga absen meski saat itu mereka memang tak mengikuti babak kualifikasi.

Bisa dipastikan Piala Eropa Prancis 2016 bakalan tak seru tanpa kehadiran tim Oranje Belanda, tim yang mestinya bermain cantik dengan total footballnya. Adios so long Holland, Puk Holland Puk.

13 Okt 2015

Asal Usul Gelar Nama Haji

Musim haji 2015 baru saja usai. Masing-masing jemaah sudah mulai meninggalkan tempat haji dan siap kembali ke Tanah Air. Meskipun sempat diselimuti tragedi duka yang mendalam, ibadah haji akan selalu menjadi keinginan, khususnya bagi muslim yang mampu.

Tapi pernahkah kita berpikir, sekembalinya ke Tanah Air mengapa lantas gelar haji menjadi nama depan mereka? Bahkan ada yang sengaja menulis nama haji di dokumen penting seperti KTP, KK, SIM, dan sebagainya. Konon katanya, pemakaian gelar haji menjadi nama depan hanya ada di Indonesia. Ya, Indonesia. Pertanyaan berikutnya adalah, sejak kapan?

Dahulu, orang Indonesia sekalipun melakukan ibadah haji, tidak dipanggil haji. Misalnya, pahlawan-pahlawan besar seperti Pangeran Diponegoro tidak dipanggil Haji Diponegoro. Kiai Mojo juga tidak dipanggil Kia Haji Mojo. Imam Bonjol tidak dipanggil Haji Imam Bonjol.

Usut punya usut, konon kebiasaan menggunakan gelar haji muncul pada zaman penjajahan kolonial Belanda. Pemakaian gelar haji, tepatnya ditengarai sejak adanya perlawanan umat Islam di Nusantara. Pada waktu itu, setiap pemberontakan selalu dipelopori oleh seorang guru, ulama, dan haji.

Para kolonialis akhirnya jengah, karena setiap ada warga pribumi pulang dari tanah suci Mekah selalu terjadi pemberontakan. Untuk memudahkan pengawasan, pada 1916, penjajah mengeluarkan keputusan Ordonansi Haji, yaitu setiap orang yang pulang dari haji, wajib menggunakan gelar “haji” di depan namanya. Tujuannya jelas, agar pelaku pemberontakan mudah diidentifikasi oleh Belanda. 

Namun penambahan nama "haji" tidak berhenti sampai penjajahan kolonial saja, namun berlanjut saat kemerdekaan hingga sekarang ini. Gelar haji bukan lagi jadi penanda oleh kolonialis, namun berubah fungsi menjadi penanda orang sudah menunaikan ibadah haji, sebagai pembeda strata sosial.

Apa kabar pak Haji? Sudahkah anda berbuat baik hari ini?

23 Sep 2015

Asal Usul Sejarah Nama ANDI di Bugis Makassar

Di Sulawesi Selatan jamak dijumpai nama Andi di depan nama seseorang. Walaupun terkesan nama laki-laki, nama Andi tidak bias gender. Mau laki-laki ataupun perempuan memakai nama ini. Awalnya saya mengira pemberian nama ini adalah gelar kebangsawanan bagi masyarakat bugis, pemberian namanya sejak dahulu kala, saat kerajaan bugis terbentuk. Tapi ternyata gelar ini baru ada pada tahun 1930an, waktu jaman penjajahan Belanda. Seorang Eko Budiarto menulis tentang sejarah nama Andi yang diberikan oleh penjajah Belanda untuk kaum terpelajar. Tulisan pembanding lain juga muncul sebagai pembanding tulisan Eko. Berikut ini tulisannya.

###

Pada 1929, Mattalatta –di kemudian hari menjabat Panglima Kodam XIV Hasanuddin (1957-1959)– melanjutkan pendidikannya di Openbare Schakelschool Makassar. Di depan namanya dibubuhkan kata Andi.

Mattalatta mengetahui penjelasan mengenai nama Andi sebagai penanda untuk membedakan keturunan bangsawan dengan orang biasa, dari Muhayang Daeng Mangawing, kepala sekolah di Gouvernament Inlandsche School Barru. Penjelasan lain dari Ince Nurdin, tokoh bangsawan di Makassar dan mantan guru OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren). Menurutnya, awal muasal kata Andi dikenalkan oleh B.F. Matthes, seorang misionaris Belanda, pendiri sekolah OSVIA dan di kemudian hari dikenal sebagai pelopor penulisan epik I La Galigo bersama Colliq Pujie pada 1918.

“Matthes hendak menulis Standen Stelsel di Zuid Celebes seperti yang sudah ada di Jawa. Maka, sebagai awal usahanya itu, mulailah dia memberikan titel Andi kepada semua golongan bangsawan yang berada dalam jangkauan Departement O & E (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan),” kata Ince Nurdin, dikutip Mattalatta dalamMeniti Siri dan Harga Diri: Catatan dan Kenangan. Terjemahan bebas standen stelseladalah asal-usul; dalam bahasa Bugis disebut assaleng, dan kabattuang dalam istilah Makassar.

Setelah menguasai Makassar, pemerintah kolonial Belanda mengintervensi kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan. Dan ketika sistem pemerintahan kolonial berjalan maka dibutuhkan tenaga-tenaga ahli yang memiliki kemampuan baca tulis –singkatnya kaum terpelajar. Untuk itu didirikanlah sekolah-sekolah Belanda. Di Makassar sebagai tempat kedudukan pemerintahan kolonial dibangun sekolah lanjutan seperti OSVIA, MULO (Meerder Uitbreiding Lager Onderwijs), AMS (Algemene Middelbare School), Normaal School, dan HK (Holland Indlands Kwekschool).

Sementara di wilayah distrik, dibangun sekolah Gubernemen atau Sekolah Desa dan Volks-School untuk sekolah lanjutan tiga tahun. Dan untuk pendidikan di tingkat Afdeling didirikan sekolah seperti HIS dan Schakel School.

Menurut Mattulada dalam Sejarah, Masyarakat dan Kebudayaan Sulawesi Selatan, jika ingin mengikuti sekolah dari tingkat HIS atau sekolah pamongpraja yang lazim disebut Sekolah Raja seperti OSVIA, maka setiap siswa harus menyertakan stamboom (daftar silsilah keturunan) dan lembar pernyataan kesetiaan pada pemerintah Hindia Belanda. “Sekolah-sekolah ini mencetak pegawai untuk pejabat-pejabat pemerintahan dan pegawai administrasi untuk perusahaan-perusahaan,” tulis Mattulada.

Anak-anak bangsawan yang telah menamatkan sekolah memperoleh gelar “Andi” di depan nama. Mattulada mencatat penggunaan gelar “Andi” ini dimulai sekitar tahun 1930-an oleh para kepala swapraja dan keluarga bangsawan untuk memudahkan identifikasi keluarga raja.

Sebelum pemerintah kolonial berkuasa, seorang bangsawan atau anak-anak raja tak pernah menyematkan kata “Andi” di depan nama. Melainkan La ataupun I untuk laki-laki dan We untuk perempuan. Sementara untuk gelar kebangsawanan digunakan Opu, Daeng, Karaeng, Arung, Bau’, atau Puang, sesuai daerah dan wilayahnya. Dan tak pernah ada panggilan Andi.

Namun, adakah arti kata dari Andi? “Sebenarnya, Andi bukanlah titel tingkatan derajat kebangsawanan. Andi itu kata panggilan atau sapaan dari seseorang. Terjemahan bebasnya adalah adinda,” kata Mattalatta.

EKO RUSDIANTO / HISTORIA

###

Kembali ke Sejarah

Tahun 1905, Belanda melancarkan Politik Pasifikasi yang artinya damai, tetapi hakikatnya adalah penaklukan. Ya, penaklukan jazirah selatan Sulawesi. Saat itu, tinggal Aceh dan Sulawesi Selatan yang belum ditaklukkan Belanda. Di tahun yang sama, berakhir perang Aceh yang disponsori Cut Nyak Dien. Sebelumnya, Belanda mengirim Snouck Horgronye ke Aceh sebagaimana F.Matthes ke Sulawesi Selatan.

Perang 1905 ini ditujukan ke dua kerajaan besar di Sulawesi Selatan, yaitu Gowa dan Bone. Perang Gowa berakhir dengan meninggalnya Somba Gowa, Sultan Husain Karaeng Lembang Parang. Sedangkan, Perang Bone yang setelah berakhir dikenal dengan Rumpa'na Bone ditandai dengan gugurnya putra mahkota sekaligus panglima perang, Petta PonggawaE. Kemudian disusul dengan ditangkapnya Arumpone La Pawawoi Karaeng Sigeri di pengunungan Awo.

Dengan demikian, Belanda memaksakan Korte Veklaring di semua kerajaan kerajaan di Sulawesi Selatan. Sebelumnya, ditahun 1880an, Belanda gencar membarui Perjanjian Bongayya secara spesifik di tiap kerajaan Sulawesi Selatan melalui Large Veklaring, yaitu perjanjian panjang yang berisi hubungan spesifik Belanda dengan kerajaan lokal.

Seusai penandatangan Korte Veklaring, bukan berarti Sulawesi Selatan telah bersih dari perlawanan. Tercatat perlawanan I Tolo Daeng Mangassing, mantan komandan pasukan Gowa yang disokong oleh Ishak Manggabarani, Tumabicara Butta Gowa merangkap Arung Matowa Wajo. Perlawanan itu baru padam di tahun 1916. Demikian pula perlawanan di Bone selatan.

Meski demikian Belanda tidak benar benar mampu memerintah masyarakat Sulawesi Selatan. Belum lagi Perang Dunia I di Eropa berdampak pada kurang fokusnya Belanda mengurusi daerah jajahan. Nanti di tahun 1926 dan seterusnya, Belanda telah menganggap kondisi Sulawesi Selatan telah stabil.

Dampak Korte Veklaring

Sadar akan ketidakmampuan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda untuk memimpin langsung rakyat di Sulawesi Selatan, maka kerajaan yang vakum didirikan kembali. Dengan catatan bahwa, pertama, tidak boleh melawan Belanda. Kedua, struktur dan administrasi kerajaan diubah. Otomatis Tupoksi pejabat adat berubah namun gelar jabatan tetap.

Untuk itu dicari putra mahkota, dengan mempertimbangkan derajat kebangsawanan, untuk mengangkat kembali raja. Banyak cerita tak tertulis (hanya beredar dilingkup terbatas) sehubungan dengan pemilihan raja ini. Yang bisa jadi (tanpa mengurangi rasa hormat) Almarhum Mattulada dan Mattalatta, tidak mengetahui kisah kisah tersebut.

Pemerintah Hindia Belanda sebelumnya mencanangkanPolitik Etis, Politik balas budi terhadap negara jajahan. Untuk itu, dibangun sekolah macam Stovia, Mulo, His dan sebagainya sebagai implementasi kebijakan Educatie. Sedangkan untuk Imigratie, Belanda mengirim penduduk dari Jawa untuk membuka lahan di daerah Polman (Wonomulyo). Adapun Irigatie, Belanda membangun beberapa bendungan. Belanda juga membangun jalan poros, jembatan dan infrastruktur lainnya.

Pemerintah Kerajaan, dalam hal ini ZelfBestuur atau Swapraja, dibawahi langsung oleh Controleur, yang dikenal dengan istilah Tuan Petor(o). Struktur kerajaan disesuaikan dengan model pemerintahan modern, mirip dengan kabupaten saat ini. Dimana Somba Gowa, Datu Luwu, Arumpone, Arung Matowa Wajo, Datu Soppeng, setingkat dengan Bupati saat ini. Sementara pejabat Adat macam Bate Salapang (Gowa), Ade Pitu (Bone), Ade Seppulo Dua (Luwu), Arung Enneng (Wajo), menjadi kepala distrik, semacam kecamatan saat ini. Merangkap kepala dinas. Seperti Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Kepenjaraan, Dinas Pendidikan dan sebagainya.

Di masa itu, gelar Andi mulai digunakan oleh para Raja dan Pejabat Adatnya masing-masing, untuk membedakan Bangsawan elit dengan bangsawan menengah. Gelar ini, lahir dari para raja sendiri melalui proses dinamika yang rumit. Bila di paragraf pertama tulisan saudara Eko menyebut bahwa gelar Andi adalah gelar yang diciptakan Belanda untuk menandai bangsawan terpelajar, adalah KELIRU. Alasannya adalah :
1. Tidak semua pemakai gelar ANDI digenerasi awal, adalah terpelajar versi Belanda. Malah ada yang mantan veteran perang 1905.
2. Tidak semua bangsawan yang terpelajar di era Belanda bergelar ANDI
3. Diparagraf ketiga dan keempat, tulisan tersebut menyebutkan bahwa menurut Ince Nurdin, Matthes lah yang pertama memberi gelar ANDI. Rasa-rasanya kalimat ini aneh. Mengingat orang Bugis Makassar tidak punya riwayat diberi gelar oleh Bangsa Asing yang nota bene penjajah. Apalagi bangga dengan gelar tersebut.

Tetapi perlu dipahami bersama, di era Zelfbestuur tersebut dibentuk komisi stanboom dimasing masing kerajaan. Hal ini dilakukan untuk "meregistrasi" bangsawan Bugis Makassar hingga derajat darah tertentu. Biasanya  hingga Cera 3 (berderajat 12,5%). Ada juga sebagian bangsawan yang tidak sempat mendaftarkan diri di komisi stanboom sehingga keturunannya tidak bergelar ANDI hingga hari ini. Ada pula yang tidak memerlukan Stanboom, karena ia berada dilingkungan istana.

Tujuan pemberian Stanboom ini adalah untuk menandai keluarga raja sampai derajat tertentu, yang akan dijadikan tenaga kerja paksa dalam proses pembangunan infra struktur tersebut. Dengan demikian, Pemerintah Kolonial Belanda, berusaha mencegah ketersinggungan pihak elit kerajaan (ZelfBestuur) agar tidak melakukan perlawanan. Memang Belanda sangat paham karakter orang Sulawesi Selatan, sebab itulah tugas Matthes sebagai antropolog.

Jadi, gelar ANDI adalah inisiasi dari bangsawan Sulawesi Selatan sendiri untuk memperjelas strata yang semakin rumit seiring perkawinan silang kaum bangsawan dengan masyarakat umum. Sebelumnya, gelar La/We/Daeng jamak digunakan. Hingga tahun 1850an mulai digunakan gelar Baso/Besse lalu Ambo/Indo. Akhir 1880an dan awal 1900an digunakan gelar BAU dan terakhir digunakan gelar ANDI ditahun 1930an.

Pada dua paragraf terakhir tulisan tersebut dikatakan bahwa gelar kebangsawanan adalah Daeng, Opu, Karaeng, Arung, Bau atau Puang. Saya ingin katakan bahwa, Arung bukanlah gelar kebangsawanan, tetapi kepala wilayah. Pemerintahannya disebut Akkarungeng. Keturunannya disebut Anakarung. Gelarnya bisa jadi Baso/Besse/Bau/Ambo/Indo dan sebagainya.

Sebagai penutup dari tulisan ini saya ingin mengatakan bahwa
1. Tidak benar, gelar ANDI adalah pemberian Belanda. Yang tepat adalah, hasil kesepakatan dari bangsawan elit Sulawesi Selatan untuk membedakan mereka dengan bangsawan rendah dan masyarakat umum.
2. Bila dikatakan gelar ANDI dimulai di era pemerintahan kolonial belanda, itu benar. Sebab pemakai gelar ANDI pertama adalah bangsawan elit ditahun 1930an.
3. Kalimat "Gelar Andi di depan nama orang Sulawesi Selatan diciptakan Belanda untuk menandai kaum bangsawan yang terpelajar" dapat dikatakan tidak tepat. Sebab bukan adat orang Bugis-Makassar menggunakan gelar yang dilekatkan orang asing. Tetapi orang Bugis-Makassar menggunakan gelar berdasarkan aturan adatnya sendiri. Itu yang perlu dipahami.  Kalimat tersebut, terkesan provokatif. Bila gegabah memahami, opini akan tergiring pada pemahaman bahwa sebenarnya pemilik gelar ANDI adalah ANTEK BELANDA. 
4. Wacana gelar kebangsawanan di Sulawesi Selatan itu sudah lama diperbincangkan. Sayang, momennya muncul kembali kurang pas. Yaitu menjelang pilkada. Sungguh dikhawatirkan, andai wacana gelar kebangsawanan tersebut digiring dan digoreng ke pentas politik lokal. Lebih mengkhawatirkan lagi bila orang tidak menganggap lagi gelar seperti itu sebagai warisan budaya, tetapi lebih pada warisan penjajah yang tak penting dijaga. Semoga saja kekhawatiran itu tidak mendasar. Semoga.
5.  Biarlah yang abu-abu itu abu-abu, jangan katakan hitam meski ia tidak putih. Dalam arti bahwa, pernyataan Andi Mattalatta belum tentu benar, apalagi terpahami bahwa gelar Andi semata mata buatan Belanda
6. Ada baiknya jika bung Eko Rusdianto menulis tentang PERLAWANAN PARA ANDI TERHADAP PENJAJAH DAN PERAN DALAM MEREBUT DAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN. Salam budaya, jabat erat dari saya.

DISKUSI LEPAS

###

Hoax atau fakta? Mari berdiskusi.
 

 

13 Sep 2015

Sebaskom Air Garam untuk Kabut Asap


Kemarin malam, sebuah pesan via Whatsapp masuk ke HP saya. Pesan tersebut berisi ajakan untuk mengatasi bencana kabut asap dengan cara yang cukup spektakuler : mempercepat terjadinya hujan dengan menggunakan sebaskom air garam.

Pesannya kurang lebih seperti ini :

Darurat Asap !!

Sediakan baskom air yang dicampur garam dan diletakkan diluar rumah, biarkan menguap, jam penguapan air yang baik adalah sekitar pukul 11.00 s.d jam 13.00, dengan makin banyak uap air di udara semakin mempercepat Kondensasi menjadi butir air pada suhu yang makin dingin di udara. Dengan cara sederhana ini diharapkan hujan makin cepat turun, semakin banyak warga yang melakukan ini di masing-masing rumah, ratusan ribu rumah maka akan menciptakan jutaan kubik uap air di Udara.Lakukan ini satu rumah cukup 1 ember air garam, besok Sabtu tgl 12 Sept, jam 10 pagi serempak..

Mari kita sama2 berusaha utk mnghadapi kabut asap yg kian parah ini.. >:|< Mohon diteruskan..Terima kasih(y)

Lalu benarkah air garam di baskom dapat mempercepat terjadinya hujan ?

Air yang dicampur garam akan memiliki titik didih yang lebih tinggi dibandingkan air biasa (tanpa garam), ini pelajaran fisika SMA. Hal ini dikarenakan larutan garam akan membutuhkan energi lebih besar untuk mencapai tekanan uap yang dibutuhkan untuk mengubah fase air menjadi gas. Dengan kata lain, mencampur air dengan garam di baskom malah akan membuat air lebih sukar menguap.

Selain itu, penbentukan awan hujan (terutama di wilayah tropis) tidak hanya bergantung pada jumlah uap air, tapi juga radiasi matahari dan kondisi atmosfer. Ketika musim kemarau, air lebih sukar menguap dan lebih sukar 'terangkat' ke atmosfer karena energi konvektif yang disebabkan oleh radiasi matahari lebih kecil. Logikanya, kalau air laut yang melimpah di sekitar kita saja susah menguap menjadi awan, apalagi dengan air garam di baskom ?

Kesimpulannya, pesan di atas tadi murni hoax. Dan kalau ada pesan seperti itu sebaiknya jangan disebarkan, karena hanya akan menambah beban saudara-saudara kita di Sumatera dan Kalimantan yang saat ini sedang tertimpa bencana kabut asap.

Sumber: http://m.kompasiana.com/ardhi_aa/baskom-air-garam-untuk-melawan-asap-sebuah-hoax_55f364f8779773b90f805e34

30 Mei 2015

koruPSSI maFI(F)A Sepakbola

Jahat, sungguh sangat jahat. Sepakbola, olahraga yang penuh sportifitas ternyata pengelolanya busuk.

Operasi penangkapan sejumlah pejabat FIFA, Rabu (27/5) pagi di Zurich, yang dilakukan oleh polisi Swiss dan sejumlah agen FBI, sangat mengejutkan. Itu merupakan operasi penangkapan cukup besar yang dialami jajaran elite pejabat FIFA. Meski demikian, bagi kebanyakan orang di Swiss, terbongkarnya korupsi di FIFA tidak terlalu mengagetkan. Mereka sudah lama mencium gelagat bau busuk di FIFA. Hanya, mereka masih sangat sulit membuktikannya.

Andrew Neill ialah wartawan senior Inggris yang secara lengkap mampu mendokumentasikan tindakan korup sejumlah pimpinan FIFA melalui bukunya yang berjudul Foul, yang telah terbit hampir lima tahun yang lalu. Akibat tulisannya itu, menurut Thierry Regennas, seorang pejabat FIFA yang punya hubungan khusus dengan PSSI, Andrew Neill dicekal dan dilarang menghadiri semua kegiatan FIFA di mana pun. Ia menjadi persona non grata di lingkungan FIFA. Masalahnya, yang diungkapkan Neill itu sangat memalukan bagi Sepp Blatter, bos FIFA, baik sebagai warga Swiss maupun sebagai tokoh dunia.

Neill mencontohkan, meski Blatter sehari-hari tinggal di Zurich, alamat KTP-nya tercatat di Kota Appenzell, sebuah kota kecil yang cukup jauh dari Kantor FIFA. Mengapa dia memilih menuliskan alamatnya di kota kecil Appenzell? Alasannya sederhana saja, untuk urusan pajak penghasilan. Sebab, jika dia menuliskan alamat KTP-nya sesuai tempat tinggalnya di Zurich, dia harus membayar pajak jauh lebih tinggi. Di Swiss, hal yang demikian termasuk ilegal meski belum tentu bisa dipidanakan. Blatter yang sudah bergaji jutaan franc Swiss per tahun (kabarnya sekitar 5 juta franc Swiss per tahun) masih sering minta uang tiket, sewa apartemen, dan belanjaan pacarnya dibayar FIFA. Sampai 2012, FIFA dan Blatter seperti tokoh Al Capone dalam film The Untouchables dan dia memang benar-benar The Untouchables. Kondisi itu cukup membikin gusar sejumlah politikus dan pejabat di Swiss, khususnya anggota parlemen.

Oleh karena itu, pada 2012, Bundesrat atau Parlemen Swiss menerbitkan sebuah UU yang mewajibkan semua organisasi internasional yang bermarkas di Swiss harus tunduk dan patuh kepada hukum Swiss. Perkecualian diberikan kepada PBB, WHO, WTO, dan sebagainya. Karena FIFA bukan organisasi internasional antarnegara, FIFA wajib tunduk kepada hukum Swiss. Oleh karena itu, sungguh sangat mengherankan bahwa ada oknum PSSI yang mengatakan hanya patuh kepada FIFA, tapi tidak kepada Menpora yang merupakan pemerintah Indonesia. Jika Blatter dan FIFA tunduk kepada hukum Swiss, sudah seharusnya kalau hukum nasional Indonesia menjadi acuan dan sandaran bagi kegiatan PSSI. Jika Swiss tidak mengakui kepemilikan hak ekstrateritorialitas dan hak imunitas FIFA sebagaimana diatur dalam Konvensi Wina 1815 tentang Hubungan Internasional, jelas sekali bahwa PSSI juga tidak memiliki kekebalan apa pun terhadap hukum Indonesia. PSSI tidak bisa hanya tunduk kepada FIFA dan terus berlindung kepada status FIFA. Itu hanyalah rekayasa untuk mencoba memanfaatkan status ekstrateritorialitas dan hak imunitas, yang di Swiss saja sudah tidak diakui.

Implikasi arogansi Penangkapan itu cukup melemahkan Blatter. Ia sudah lama diawasi, tetapi belum ada bukti kuat yang bisa menjeratnya. Hanya, sudah hampir lima tahun terakhir ini Blatter tidak berani menginjakkan kakinya di Amerika Serikat, khawatir akan diringkus FBI.

Ketika saya masih di Bern, saya sempat menulis artikel di koran der Bund dengan judul Nein zum der neo-kolonialismus Herr Blatter (Jangan Bertindak sebagai Penjajah Baru Tuan Blatter), saya mendapat sambutan dan apresiasi hangat dari banyak pihak. Inti tulisan saya ialah meminta Blatter dan FIFA jangan mengobok-obok PSSI dan Indonesia, yang dianggap mereka mirip tanah jajahan. Implikasi arogansi FIFA itu merembet ke Tanah Air. Sudah lama pengurus PSSI bersikap merendahkan pemerintah. Ketika saya menjabat duta besar di Bern, saya cek dari data yang ada, satu-satunya organisasi Indonesia yang mengunjungi Swiss dan tidak pernah memberitahukan kehadiran dan aktivitasnya hanyalah PSSI. Bisa dikatakan PSSI tidak pernah menganggap keberadaan KBRI Bern sebagai wakil pemerintah RI di Swiss. PSSI mencoba mengikuti pola dan arogansi FIFA dengan cara yang lebih buruk. Para pejabat FIFA meski juga dikenal arogan, mereka tetap mempunyai kemampuan yang mumpuni. Sebut saja Thierry Regenass dan Jerome Valcke. Mereka mempunyai kemampuan bicara dalam bahasa Inggris, Prancis, dan Jerman. Dengan kondisi riil yang terjadi sekarang ini, PSSI hanyalah mengekor dan meniru FIFA dalam format yang buruk. Kesan yang muncul ialah PSSI antiintelektual, tidak taat hukum, ngeyel, keras, dan mau menang sendiri.

Pembandingkan FIFA dengan PSSI sebenarnya tidak relevan. Sebab, sejelek-jeleknya Blatter dan geng yang berkuasa di markas FIFA Zurich, mereka berjasa memopulerkan sepak bola sebagai the beautiful game dan menjadi cabang olah raga paling terkenal di muka bumi. Selama dua dasawarsa, pemasukan FIFA dari berbagai kegiatan yang dikelola sangat luar biasa. FIFA telah menjadikan sepak bola sebagai tambang emas. Sebaliknya, PSSI sudah selama hampir tiga atau empat dasawarsa tidak memiliki prestasi yang berarti. Malahan ranking Indonesia merosot di bawah Timor Leste. Jadi, sesungguhnya sangat mengherankan jika pengurus PSSI saat ini masih ngotot ingin mempertahankan eksistensinya yang tanpa prestasi. Wajar sekali jika pemerintah geregetan dan mengambil tindakan tegas dengan tidak mengakui eksistensi PSSI.

Di negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Eropa Barat, jika para pengurus gagal, mereka dengan sukarela mengundurkan diri. Paralel dengan yang terjadi di Zurich, sudah waktunya pemerintah harus berani bertindak lebih tegas, bukan hanya dengan menolak mengakui kepengurusan PSSI, melainkan juga harus berani melakukan tindakan audit secara tuntas.

Para pejabat FIFA itu ditangkap setelah didakwa menerima suap. Tidak ada uang pemerintah baik dari AS maupun Swiss, tetapi jelas bahwa mereka telah melakukan tindakan tidak terpuji. Sayangnya, di Indonesia, jika perbuatan suap itu tidak melibatkan penyelenggara negara dan menggunakan uang negara, tindakan itu halal saja. Jadi, jika seseorang menyuap untuk terpilih dalam kepengurusan organisasi nonpemerintah, tindakannya tidak bisa disebut korupsi karena tidak melibatkan penyelenggara negara. Namun sesungguhnya, saat ini aparat berwajib mendapatkan momentum untuk membenahi dunia sepak bola secara tuntas. Jika para pengurus FIFA di Zurich tidak kebal hukum, sudah sewajarnya sekarang PSSI dan seluruh jajarannya dipaksa membuka diri. Keputusan Komisi Informasi Publik bahwa data keuangan PSSI itu juga merupakan hak publik untuk tahu merupakan titik tolak penting dan bisa menjadi landasan. Seharusnya, PSSI tidak perlu banding, apalagi salah satu tokohnya, Hinca Panjaitan, dulu merupakan salah seorang penggagas UU kebebasan informasi publik ketika masih menjadi aktivis LSM IMLPC. Jika sekarang tidak segera dilakukan tindakan pembersihan dan pembenahan di PSSI, bangsa Indonesia akan kehilangan momentum. Kita ingin memiliki pengurus PSSI dan klub sepak bola yang bermartabat, sportif, dan mempunyai nasionalisme tinggi. Lebih baik kita melakukan perombakan total dari sekarang daripada sepak bola nasional makin terpuruk akibat koruPSSI maFI(F)A Sepakbola.

(Djoko Susilo, Duta Besar RI untuk Swiss 2010-2014)

Sumber: http://news.metrotvnews.com/read/2015/05/29/131167/fifa-korupsi-dan-pssi

Inisial Artis PSK

Sebulan terakhir terungkap sindikat Pekerja Seks Komersil (PSK) dari kalangan artis berkat tertangkapnya "Mucikari" RA dan "anak asuhnya" AA di sebuah hotel. Indonesia gempar, artis PSK? Woowww... dan berbondong-bondonglah pria hidung belang dan manusia kepo mencari tahu inisial AA yang dimaksud, kita semua tahu kisah selanjutnya. Tak sampai disini, makin heboh lagi setelah RA bernyanyi membocorkan artis-artis yang menjadi anak asuhnya, beserta tarifnya.
  1. TB – Rp 200 juta 
  2. JD – Rp 150 juta 
  3. RF – Rp 60 juta 
  4. CS – Rp 60 juta 
  5. MT – Rp 55 juta 
  6. KA – Rp 55 juta 
  7. SB – Rp 55 juta 
  8. CW – Rp 50 juta 
  9. PUA – Rp 45 juta 
  10. NM – Rp 40 juta 
  11. CT – Rp 40 juta 
  12. UJ – Rp 35 juta 
  13. LM – Rp 35 juta 
  14. DL – Rp 30 juta 
  15. BS – Rp 30 juta 
  16. AA – Rp 25 juta 
  17. FNP – Rp 20 juta
Merasa terpojokkan dan terfitnah, beberapa artis dengan inisial nama tersebut protes, angkat bicara bahkan menyewa pengacara, berusaha mengklarifikasi kalau inisial yang dimaksud bukan namanya. Mana ada pencuri yang mau mengaku? Penasaran dengan inisial tersebut, saya kroscek di daftar artis perempuan Indonesia di laman wikipedia. berikut ini adalah hasilnya
  1. TB : Tamara Bleszinsky, Tara Basro, Tri Budiman, Tika Bravani
  2. JD :  Jennifer Dunn
  3. RF : Ratu Felisha, Roro Fitriah
  4. CS : Cathy Sharon, Chantiq Schagerl, Clara Sinta, Connie Sutedja, Cut Syifa
  5. MT : Marsha Timothy, Martina Tesela, Meitha Thamrin, Mikha Tambayong
  6. KA : Kaditha Ayu, Kenes Andari, Ketrin Agustine, Kiki Amalia, 
  7. SB : Shinta Bachir, Susan Bachtiar
  8. CW : Catherine Wilson, Chika Waode
  9. PUA : Putri UnA (???)
  10. NM : Nasya Marcella, Nadia Mulya, Nana Mirdad, Naysila Mirdad, Nuri Maulida
  11. CT : Cici Tegal, Cut Tari
  12. UJ : -
  13. LM : Laras Monca, Lenny Marlina, Lina Marpaung, Luna Maya
  14. DL : Dina Lorenza
  15. BS : Bella Saphira, Bella Sophie, 
  16. AA : Adinda Azani, Aline Adita, Anggur Aulia, Amel Alvi, Annie Anwar, Asti Ananta, Ayu Anjani, Ayu Azhari
  17. FNP : - 
Tidak adil memang, karena manusia kepo hanya bisa menebak-nebak dari beberapa kriteria artis yang mungkin bisa "dipakai" seperti cantik, kekayaan tak tahu asalnya dari mana, dan masih muda. Kriteria "artis" RA juga perlu diluruskan, jangan sampai artis-artisnya dia saja, seenak mulutnya bicara, padahal bukan artis, artis HOAX. Wikipedia saja tidak mengakuinya terbukti ada beberapa inisial yang tak ada pada daftar wikipedia. Ahsudahlah. Semoga kasus ini cepat selesai, RA membongkar nama aslinya sehingga postingan ini bisa terklarifikasi.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...