15 Feb 2012

Maulid, Telur, Ember, dan Hari Senin





Hari ini digelar peringatan perayaan maulid Rasulullah Muhammad SAW di kantor. Walaupun tidak tepat di 12 Rabiul Awal (5 Februari 2012), perayaan ini tetap dilangsungkan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, perayaan maulid tahun 2012 ini cukup meriah. Di tempat saya, orang beramai-ramai menghias telur (rebus) dengan hiasan warna-warni. Beberapa (kelompok) orang membawa "upeti" berupa ember yang berisi ketan (songkolo) dan lauk pauk (ikan, ayam, dan telur hias). Setelah ceramah "Hikmah Maulid" oleh penceramah "terkenal", peserta maulid yang terdiri dari orang-orang sekantor dan puskesmas se-Kabupaten berebutan telur dan kue-kue tersebut. Orang-orang berebut telur, sementara bos-bos diberi jatah "ember". Kalau orang-orang bertukar kado saat valentine (kemarin), bos-bos bertukar ember satu sama lain. Maklum, tiap bidang dan puskesmas diberi "tugas" membawa upeti masing-masing satu buah-ember, jadilah ember-ember tersebut cukup untuk masing-masing bidang dan Puskesmas. Sungguh meriah.

Tradisi seperti ini tentu saja tidak pernah didapati waktu jaman Rasulullah dulu. Tidak ada acara makan-makan, apalagi menghias makanan (telur) tersebut. Makanya, sebagian kelompok Muslim menyatakan bahwa perayaan maulid itu haram. Walaupun demikian, walaupun tidak menganjurkan maulid, saya juga tidak menganggapnya haram. "Upeti" ini bukan sesajian, bukan pula persembahan untuk pemujaan setan, kata boss saya. Tokh, ini hanya bentuk kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW.

Kemudian, saya mendapati komentar mengenai Maulid nabi yang saya posting tahun lalu. Isi komentarnya sangat menarik dan lumayan panjang lebar. Berikut ini saya kutip ulang komentar tersebut.

Memperingati hari kelahiran Nabi tiap hari senin

Abû Qatâdah al-Anshârî meriwayatkan bahwa Nabi saw. pernah ditanya mengenai puasa di hari Senin. Beliau kemudian menjawab, "Hari itu adalah hari saya dilahirkan dan hari saya menerima wahyu". Pernyataan Rasulullah ini berarti hari ulang tahun boleh diperingati? Tentu saja bukan dengan cara dirayakan atau dipestakan. Nabi tidak mencontohkan begitu. Yang Nabi lakukan hanyalah mengenang sejarah: hari kelahiran dan hari penerimaan wahyu, dengan cara berpuasa.

Mengenang hari kelahiran adalah sebuah pertanyaan tentang eksistensi, untuk apa saya ada? Apa yang sudah saya lakukan sampai hari ini? Apa yang akan saya lakukan pada hari-hari ke depan? Nabi sendiri mengkaitkan antara kenangan terhadap hari kelahiran dan kenangan saat menerima wahyu. Sebuah upaya untuk mengingatkan diri pada misi kehidupan yang diemban, bahwa ia dilahirkan bukan sebagai manusia biasa, tetapi sebagai manusia yang menerima wahyu yang harus disampaikan kepada seluruh manusia. Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS. Al-Anbiyaa’ [21] ayat 107). Dari kata arsalnaaka ‘Kami mengutus kamu’ kita memahami bahwa Nabi mengemban sebuah Risalah yang harus disampaikan kepada seluruh manusia agar kehidupan semesta alam ini menjadi kehidupan yang dirahmati Allah. Sebuah misi yang teramat berat, karena itu Nabi berasa perlu memperingatinya setiap hari senin, bukan bulan atau tahun.

Lalu, mengapa kita, yang mengaku cinta kepada Nabi, hanya memperingati hari kelahirannya setiap tahun saja. Kenapa tidak setiap hari senin seperti yang Nabi lakukan? Jadi, ada baiknya kita memperingati maulid Nabi Muhammad saw setiap hari senin secara berkelanjutan. Hari itu kita kenang tidak sebatas hari kelahiran Nabi Muhammad saw aja, tetapi juga hari penerimaan wahyu. Rangkaian kegiatannya bisa diisi dengan: puasa sunnah, buka puasa bersama sambil melantunkan shalawat, mengkaji wahyu ilahi, dan mempelajari sejarah kehidupan Nabi.

Dengan begitu, barangkali kita tidak perlu lagi larut dalam perdebatan merebut klaim sah atau tidak sahnya peringatan maulid Nabi Muhammad saw. Yang kita lakukan, sebagaimana Nabi sendiri lakukan, adalah mengenang hari kelahiran seorang Nabi terakhir pengemban risalah Islam. Kenangan yang dilakukan dalam kerangka evaluasi dan edukasi untuk memperbaiki hari ini dan menata hari esok. Sudah sejauh mana Risalah Islam tersebar sebagai rahmat dalam kehidupan seluruh manusia? Atau jangan-jangan, kita sendiri belum termasuk ke dalam kelompok manusia yang mendapatkan rahmat? Apakah ada persyaratan yang harus kita penuhi agar kita sukses menjadi manusia penuh rahmat , dan oleh karenanya kita mampu menebar rahmat dalam kehidupan sesama.
 

Apakah anda merayakan maulid? Apa yang menjadi ciri khas perayaan maulid Rasulullah Muhammad SAW di daerah anda? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...