Beberapa waktu belakangan hingga saat ini, dari mulai forum, BBM, twitter sampai di catatan facebook, banyak teman yang mendapat atau bahkan share posting tentang kisah nenek yang dihukum karena mencuri singkong. Dan entah siapa yang menyebarkan cerita ini pertama kali, kisah ini sanggup mengundang rasa empati pembacanya. Apalagi kisah ini seringkali ditambah dengan photo seorang nenek yang berada ditengah suasana pengadilan dan juga mengaitkan dengan nama PT. Andalas kertas yang disebutkan dalam cerita merupakan anak perusahaan dari Group Bakrie.
Empati yang langsung timbul saat membaca kisah ini seringkali melupakan satu hal yang harus kita pertanyakan,"Apakah kisah ini benar-benar terjadi?" silahkan anda yang menentukan jawabannya. Berikut ini kisahnya.
* * * * * * *
Kasus tahun 2011 lalu di Kabupaten Prabumulih, Sumsel (kisah nyata),
…… di ruang sidang pengadilan, hakim MARZUKI duduk tercenung menyimak tuntutan jaksa PU terhadap seorang nenek yang dituduh mencuri singkong, nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, cucunya lapar,….
namun manajer PT Andalas kertas (Bakrie Grup) tetap pada tuntutannya, agar menjadi contoh bag warga lainnya.
Hakim MARZUKI menghela nafas. Dia memutus diluar tuntutan jaksa PU, "Maafkan saya", katanya sambil memandang nenek itu.
”Saya tak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi anda harus dihukum. Saya mendenda anda Rp 1 juta dan jika anda tidak mampu bayar maka anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan jaksa PU".
Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam, sementara hakim Marzuki mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil & memasukkan uang Rp 1 juta ke topi toganya serta berkata kepada hadirin.
‘Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada tiap orang yang hadir diruang sidang ini sebesar Rp 50 ribu, sebab menetap dikota ini, yang membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya, saudara panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga saya ini lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa.”
Sampai palu diketuk dan hakim MARZUKI meninggaikan ruang sidang, nenek itupun pergi dengan mengantongi uang Rp 3,5 juta, termasuk uang Rp 50 ribu yang dibayarkan oleh manajer PT Andalas kertas yang tersipu malu karena telah menuntutnya.
Sungguh sayang kisahnya luput dari pers. Kisah ini sungguh menarik sekiranya ada teman yang bisa mendapatkan dokumentasi kisah ini bisa di share di media untuk jadi contoh hakim berhati mulia.
* * * * * * *
Kisah yang menyentuh, tapi ketika membacanya justru saya rasa ada beberapa kejanggalan di dalamnya, seperti:
#1. Apakah seorang hakim bisa menjatuhkan denda seperti itu?
#2. Uangnya dimasukkan ke toga? Toga siapa? Siapa yang pakai toga?
#3. (harusnya) ini kasus yang luar biasa: rakyat jelata vs Grup Bakrie. Tidak mungkin media tidak mengendus hal ini. Logikanya: Kalau si nenek pergi dengan 3.5 juta (plus dia harus membayar denda 1 juta). Maka dari sumbangan dia dapat 4.5 juta. Kalau setiap orang didenda 50ribu. Maka butuh berapa orang untuk mengumpulakan uang senilai 4,5 juta rupiah? Sebuah sidang yang cukup besar seharusnya. Dan pers tidak ada yang sadar?
Berikut ini data dan fakta kasus ini.
#1. PT. Andalas di Prabumulih tidak memproduksi kertas tapi logam, dan
Grup Bakrie tidak pernah terjun dalam bisnis kertas.
#2. Ada kisah serupa dalam bahasa Inggris di
http://www.snopes.com/glurge/laguardia.asp
Berarti kisah di atas merupakan hasil modifikasi. Selanjutnya, terserah Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar