10 Jun 2011

Menikah dan Masa Depan

Menikah dan masa depan. Apakah kedua hal ini saling berkaitan ? Dapatkah dibuktikan secara empiris ? Pun jika berkaitan, apakah menikah berbanding lurus dengan masa depan ? Bukankah banyak orang bilang : Menikahlah segera, niscaya pintu rejekimu akan terbuka lebar.

Menikah adalah saat-saat yang paling ditunggu oleh semua orang yang belum mengalaminya. Tapi, apakah fungsi menikah selain menyempurnakan ibadah, mempunyai harapan memiliki keturunan, dan menghindari dosa ? Menurut saya adalah soal masa depan.

Orang berharap (terutama saya sendiri) hidupnya akan lebih baik bila sudah menikah, minimal tetap, tidak malah menjadi lebih buruk. Saya tidak terlalu banyak berbicara mengenai immateri seperti hidup saya akan lebih baik karena ada yang memperhatikan, ada yang mengurus, masalah akan lebih mudah terpecahkan jika dihadapi berdua ataupun masalah lainnya. Agak naif memang karena saya akan berbicara mengenai harta (uang) dan tahta (jabatan), tapi saya tidak mau munafik, saya (bahkan mungkin anda semua) butuh ini walaupun uang dan jabatan hanyalah prioritas kesekian setelah tauhid, keimanan, dan hubungan antar sesama manusia.

Ya, masa depan sangat identik dengan uang dan jabatan bagi penganut paham materialistis. Jika sudah menikah nanti, apakah saya bisa mencari lebih banyak uang dan mendapatkan jabatan ? Ataukah tetap ? Atau malah semuanya akan hilang ?

Sekarang saya memang belum (cukup) mendapatkan semuanya. Uang masih pas-pasan dan belum ada jabatan yang diamanahkan kepada saya. Namun, setelah lebih dari setengah dasawarsa malang-melintang di dunia per-pegawaian, kesabaran dalam bertugas, dan ilmu yang dimiliki dari berbagai pelatihan, tidak menutup kemungkinan semua itu akan datang dengan sendirinya, suatu saat.

Teringat sebuah percakapan antara seorang cowok (sebut saja Co) dan seorang cewek (sebut saja Ce) yang akan menikah beberapa bulan lagi. Co adalah seorang PNS di sebuah daerah pinggiran kota (Maros), Ce adalah seorang pegawai kontrak di sebuah kota besar (Makassar). Setiap hari kerja selama 5 tahun Co rajin ke kantor, bolak-balik Maros-Makassar (bolak-balik dengan berbagai alasan).

Ce : Sayang, saya mau mendaftar jadi pegawai bank swasta.
Co : Boleh, dimana ?
Ce : Di Wajo (Wajo adalah kota kecil, 200an kilometer dari Makassar)
Co : Kita kan mau nikah ?
Ce : Tidak masalah, pihak bank tetap menerima, peluangnya besar lohh..
Co : Hmm...pikir-pikirlah dulu, Wajo jauh kann..
Ce : Tapi, sy sdh janji sama kakak yang menguruskannya..
Co : Yang mau kerja kakak atau sayang sihh?? (Sambil bercanda)
Ce : Tadi tidak sengaja, ngomong keceplos sama kakak bilang "iya".
Co : Oh, jadi awalnya sudah deal sama kakak baru ngomong minta izin sama saya ? (Mulai jengkel)
Ce : Kalau mau dibatalkan, sayang saja yang ngomong sama kakak (mulai emosi juga).
Co : Tidak ahh, males ngomong sama kakak.. Kalau begitu, terserah sayang saja dehh.. (Acuh tak acuh, tidak ikhlas).
(Pembicaraan terhenti sejenak, hening......)
Ce : Sayang, bisa ndak sayang pindah dari Maros ?
Co : Bisalah, lebih cepat kalau ada channel.. Pindah kemana ?
Ce : Ke Wajo lahh, gmana ketemunya kalau sayang di Maros trus saya di Wajo ??
Co : Ohhh.. Sy kira pindah ke Makassar.. Hihi (senyum kecut).. Mengapa bukan sayang saja yang pindah ke Makassar ? Kalau sayang pindah kan saya juga pindah ke Makassar, kan lebih asyik begitu. Lagian sayang lebih mudah pindahnya, istri ikut suami kan..
Ce : Tapi, pihak bank membutuhkan tenaga penempatan Wajo, sepertinya sulit pindah.
Co : Oh begitu... (Tanpa mau "memperbesar masalah")
Hmm.. Gmana yahh.. Bolehlahh.. (Dengan suara tertahan, berpikir keras dan membayangkan tinggal berdua dengan istri tercinta di "desa").

Ada kekhawatiran di benak Co apabila pindah. Tidak terlalu masalah pindah dari "desa" ke "kota", yang masalah adalah dari "kota" ke "desa", rugi rasanya. Bukankah kita lebih baik soal akses informasi jika tinggal di "kota"? Terus, butuh adaptasi ekstra mengingat si Co dan Ce sudah terbiasa hidup di kota. Terus, masalah karir pastinya dimulai lagi dari nol, karena sangat sulit membangun kepercayaan big boss, apalagi di desa. Terus, siapa yang jaga orang tua yang tinggal di kota. Terus, tidak ada jaminan si Co dan Ce akan bersama-sama didesa, si Ce tentu saja ditempatkan di pusat "desa", lain halnya dengan Co yang bisa saja "dilempar" ke pedalaman desa, kalau begini kan sama saja bohong.

Tapi, keputusan telah diambil, Co mengijinkan Ce melamar bank di desa, dengan berbagai pertimbangan tentunya. Akhirnya, menikah sajalah dulu, Allah SWT pastinya menyimpan berbagai kisah indah di masa depanmu, setelah menikah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...