9 Okt 2010

Rumitnya Menghadapi dan Mengurus Suspek Flu Burung

Anda akan diisolasi jika bersatus tersangka flu burung,

maka waspadalah, jaga kesehatan anda dan keluarga



Selasa lalu (05-10-2010), saya tiba-tiba dipanggil oleh boss bidang kesehatan keluarga (seorang dokter, sebut saja DRM). Saya diinformasikan bahwa tadi malam (senin malam) seorang pasien (sebut sajaj FZ)mendatanginya dengan gejala flu, setelah beliau mengorek informasi pada FZ, ternyata ada beberapa ekor ayam FZ yang mati mendadak beberapa hari yang lalu. Karena curiga dan khawatir flu burung, maka DRM melapor (maaf, menginformasikan) kepada saya perihal kejadian ini berhubung saya adalah salah satu staf pencegahan penyakit yang mana program yang dibebankan pada saya adalah mengenai zoonosis yang flu burung termasuk didalamnya.



Singkat cerita, berbekal ilmu yang saya miliki (dari bangku kuliah dan beberapa pelatihan), berangkatlah saya ke rumah FZ untuk melakukan pelacakan awal. Untunglah rumah FZ hanya beberapa ratus meter dari kantor, masuk lorong. Ternyata keluarga ini adalah keluarga agamis, FZ berjilbab besar dan memakai cadar. Saya diterima oleh suami FZ, seorang udztas (sebut saja AH) yang sangat ramah, beliau menerima saya dengan sangat baik. AH memiliki 8 orang anak (saking banyaknya, AH jadi sering lupa jumlah anaknya berapa, kadang dia menyebut anaknya sebanyak 9 orang, AH pun sering lupa urutan anaknya).



AH menginformasikan bahwa pada hari minggu (03-10-2010), ada ayamnya yang mati secara mendadak sebanyak 7 ekor. Dua hari sebelum mati, ayam-ayam ini mulai menderita sakit dengan gejala mencret, mata membengkak, flu, dan jenggernya berwarna ungu. Satu ayam sakit sempat dipotong dan dikonsumsi oleh keluarga ini. Adapun status beberapa anggota keluarga adalah

  1. AH/L/51 mulai demam pada tanggal 30-09-2010. Tanggal 29-09-2010 pergi melayat di daerah jauh (Mallawa, Maros) dan pulang naik motor hujan-hujanan. Tanggal 05-10-2010 demam mulai turun. Tanggal 08-10-2010 sudah tidak demam namun masih batuk.
  2. FZ/P/41, istri AH mulai demam pada tanggal 02-10-2010, menderita batuk sejak lama, ada riwayat mengolah ayam sakit pada tanggal 03-10-2010. Tanggal 08-10-2010 sudah tidak demam namun masih batuk.
  3. HD/P/11, anak ke-4 AH mulai demam tanggal 04-10-2010, ada riwayat kontak dengan ayam yang mati mendadak (memegang dengan memasukkan ke kandang dan mengubur). Demam mulai turun tanggal 08-04-2010 namun masih batuk dan kondisi tubuh lemah.
  4. UK/L/5, anak ke-8 AH mulai demam tanggal 04-10-2010. Demam mulai turun tanggal 08-10-2010 namun batuk makin parah. Tak ada kontak dengan unggas sakit dan mati.
  5. YK/L/3, anak ke-9 AH mulai demam tanggal 03-10-2010. Demam mulai turun tanggal 08-10-2010 namun batuk dan pilek makin parah. Tak ada kontak dengan unggas sakit dan mati.

  6. Selain ke 5 orang ini, ada juga tetangga AH yang juga merupakan saudara AH yang sakit dengan gejala demam, namun tidak ada kontak dengan ayam sakit dan mati mendadak.
Berdasarkan informasi tersebut saya selaku petugas surveilans melaporkan hal ini kepada atasan langsung saya yang diteruskan ke kepala Dinas Kesehatan Maros. Dan hari itu juga (selasa, 05-10-2010) Maros dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) tersangka/suspek flu burung. Kategori suspek flu burung untuk KLB ini adalah penderita demam (>38 C) dengan disertai batuk dan sakit tenggorokan dan dalam 7 hari terakhir pernah kontak dengan unggas yang sakit dan mati mendadak. Laporan KLB W1 <24>
  • Hampir seluruh petugas surveilans propinsi tidak berada ditempat. Sedang ada kegiatan Sosialisasi Flu Burung di beberapa daerah kabupaten dan mereka jadi fasilitatornya. Kebetulan Sosialisasi flu burung baru akan dilaksanakan di Maros pada minggu depan (12 dan 13 Oktober 2010). Di propinsi hanya ada tersisa beberapa tenaga administrasi.
  • Tidak ada persediaan alat dan bahan menghadapi KLB flu burung di Maros (Oseltamivir/Tamiflu expired, alat pelindung diri (APD) tidak memadai, alat pengambilan spesimen tidak ada) sehingga menunggu pasokan alat dan bahan dari propinsi.
  • Tidak ada biaya operasional KLB di segala tingkat Puskesmas dan kabupaten. Semua menggunakan biaya pribadi.


  • Dengan segala keterbatasan, saya sebagai petugas surveilans tetap melakukan tata laksana kasus sebaik mungkin. Selain melapor ke propinsi, saya juga menghubungi petugas peternakan hari itu juga (selasa) untuk dilakukan rapid test pada unggas. Namun rapid test tidak bisa dilakukan pada bangkai ayam yang sudah dikubur lebih dari 24 jam. Petugas peternakan hanya memberi desinfektan kandang dan mengambil sampel darah ayam yang masih sehat, kerabat ayam yang mati mendadak. Konon, hasil pemeriksaan darah baru dapat diketahui paling cepat 5 hari.



    Kamis, 07-10-2010 petugas propinsi sebanyak 2 orang turun ke lokasi mengambil data dan memberi oseltamivir serta Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) pada keluarga AH. Direncanakan akan diambil spesimen HD keesokan harinya. Masih di hari yang sama, saya konsultasi ke propinsi dan propinsi menyarankan agar pasien yang suspek flu burung agar segera dirujuk ke RS Wahidin Sudirohusodo Makassar (RS Rujukan Avian Influenza). Hal ini sesuai prosedur teknis penatalaksanaan AI, jika tidak maka segala yang terjadi di lingkungan AH menjadi tanggung jawab saya selaku petugas surveilans. Ada juga yang menyarankan agar saya menyiapkan surat pernyataan apabila AH tidak bersedia merujuk anaknya, yang jika AH tidak bersedia merujuk anaknya maka tanggung jawab yang dimaksud beralih ke AH.



    Jumat, 08-10-2010 saya menghubungi petugas surveilans puskesmas untuk membuat rujukan pasien suspek AI atas nama HD langsung ke RSWS (Catat, ini pengalaman pertama saya melakukan tata laksana AI, sebelumnya hanya praktek di pelatihan yang ternyata sangat jauh berbeda dengan kenyataan di lapangan). Surat rujukan telah dibuat, syukurlah AH bersedia merujuk anaknya. Kagum saya pada keluarga AH, sangat sabar dan pengertian, keluarga ini sangat bersahaja. Saya terangkan bahwa segala biaya ditanggung pemerintah.



    Disini, masalah lain muncul. Tak ada mobil ambulans untuk membawa HD ke RSWS. Ambulans tersedia di puskesmas namun sang kepala puskesmas banyak alasan ini itu dan tak mau meminjamkan mobilnya. Takut terkontaminasi alasan pamungkasnya. Ambulans untuk mengangkut suspek AI haruslah mempunyai sekat antara pengemudi dan pasien yang ada dibelakang. Sebelum dan sesudah mengantar pasien, mobil harus di desinfektan. Akhirnya saya merental mobil dengan uang pribadi saya, daripada pasien terlantar, pikir saya. Tak sesuai prosedur namun apa boleh buat, HD harus segera dibawa ke RSWS.



    Dengan komunikasi via telepon, Petugas propinsi bersedia standby di RSWS menunggu kami tiba. Pokoknya kami terima beres, katanya. Namun hanya kekecewaan yang saya dapat. Sesampainya di RSWS pada pukul 11.00, saya tidak mendapati petugas propinsi sepotongpun. Kami layaknya pasien biasa, dan parahnya saya tidak tahu apa-apa. Namun dengan style meyakinkan, saya meyakinkan AH dan keluarga untuk menunggu beberapa saat.



    Di RSWS tak ada yang melayani kami, setelah menunjukkan surat rujukan ke bagian Triage, mereka juga tak tahu apa-apa (ternyata mereka hanya dokter coas). Lama saya berdiri di bagian triage UGD akhirnya saya keluar ke bagian pendaftaran UGD, dengan sedikit nada tinggi petugas pendaftaran menyuruh saya langsung masuk (orang bertanya koq dimarahi ?). Dengan sabar saya kembali masuk dan menanyakan kepada dokter satu persatu. Akhirnya ada yang menunjukkan agar saya melapor ke triage anak.



    Setelah melihat surat rujukan suspek AI, sebagian yang jaga di triage anak jadi panik. Tiba-tiba ada yang mengambil surat rujukan tersebut dan membawanya ke sebuah ruangan. Lima menit kemudian sang perampas surat keluar ruangan dan menyuruh saya langsung ke bagian Infection Centre (IC), beberapa gedung dari UGD.



    Dengan sabar, kami (saya, sopir rental, AH, FZ, HD, UK, YK) keluar dari UGD mencari tempat yang dimaksud tanpa petunjuk. Dua kali kami mengelilingi RSWS (dengan dua kali keluar ongkos parkir juga), akhirnya kami menemukan bagian IC. Namun tak ada orang, tak ada petugas jaga (mungkin karena sudah masuk waktu istirahat shalat jumat, pukul 11.40). Akhirnya saya nekad ke lantai 2 IC, saya temui sepasang dokter yang asik bercerita. Singkat saja jawabannya, coba tanya di bawah (duh, apakah si dokter tak tahu saya sudah dari bawah, keliling ruangan tapi tak ada orang ? Ataukah dia tak mau diganggu bercerita dengan pasangannya ?). Akhirnya saya putuskan memboyong langsung AH dan keluarga masuk menunggu di lantai 2 IC, sambil duduk menunggu. Belum juga duduk, kami ditegur seorang petugas yang sedang membawa pasien. Ini kenapa ? Anak-anak dilarang masuk kesini ! Hampir saja saya emosi dan lepas kendali. Saya langsung memperlihatkan surat rujukan, si petugas kaget dan memberi pengertian ke saya agar membawa pasien ke UGD untuk di foto. Sedikit lagi saya kehabisan kesabaran. Dengan suara agak tinggi, saya jelaskan bahwa saya sudah dari UGD dan disuruh langsung ke IC. Namun dengan penuh keyakinan, si petugas meyakinkan saya dengan memberi catatan di surat rujukan untuk UGD. Akhirnya saya luluh, kamipun kembali ke UGD dengan mobil, kecuali AH yang bergegas ke masjid untuk shalat jumat. Di UGD saya bertemu satpam yang dengan sopan menunjukkan tempat foto thoraks (ternyata, disini security lebih sopan dan sabar daripada dokter apalagi coas. Tanya kenapa?). Tak ada petugas foto, Kembali satpam menjelaskan dengan sopan bahwa seluruh petugas istirahat shalat jumat.



    Dengan gamang, saya minta ijin shalat jumat kepada FZ. Untuk sementara FZ yang menjaga anaknya.



    Selepas shalat jumat, tiba-tiba semua urusan jadi lancar. Telah ada petugas yang melayani, hingga akhirnya HD ditempatkan di ruang isolasi IC. HD akan ditemani sang ayah, AH yang tidak boleh keluar ruangan paling tidak hingga 5 hari kedepan, saat hasil laboratorium sudah diketahui. Jika negatif AI, maka HD boleh pulang kerumah.



    Sebenarnya saya sangat iba dengan keluarga ini. Saya merasa bersalah telah "menjebloskan" HD dan AH ke penjara kecil yang mungkin kondisinya lebih parah daripada penjaranya penjahat, ruang isolasi. Betapa tidak, AH tidak dapat mencari nafkah beberapa hari ini, entah siapa yang menjaga keluarganya di rumah. Yah, semoga cepat sembuh semuanya, semoga tak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan bersama. Pengalaman yang sangat berharga.



    Tapi, ngomong-ngomong petugas propinsi mana yah??





    Saat wawancara



    Kandang ayam, tepat di belakang rumah

    risiko tinggi flu burung






    Resiko tertular dengan memakai mobil tanpa sekat



    HD dan keluarga menunggu dengan sabar di depan UGD,

    di ujung lorong



    Nurse Station yang kosong



    HD dengan sabar menunggu



    Ruang Isolasi yang sangat sepi, beda tipis dengan penjara

    penjara lebih ramai daripada ruangan ini




    Berpamitan dengan keluarga sebelum dipenjara

    di ruang isolasi menemani anak tercinta









    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...