9 Mar 2011

Pacaran : Cinta, Nafsu, atau Sekedar Status ?

http://lh3.ggpht.com/_Dq9EckaDpR8/TG-As4coGpI/AAAAAAAAAZ8/xmpY74qMrTA/pacar-selingkuh.jpg


Sebutlah namanya Budi, dia orang yang biasa-biasa saja, namun entah mengapa disukai oleh (beberapa, tidak semua) wanita, mungkin dia disukai karena kesederhanaannya, keluguannya. Budi termasuk orang yang pemalu, dia sering kikuk bila berhadapan dengan lawan jenisnya (standar pemalu dapat diukur salah satunya lewat cara ini), tapi jangan salah, dia termasuk disegani oleh teman-temannya. Pemalu (mungkin) adalah kekurangannya (walaupun sebagian orang menganggap bahwa memiliki rasa malu adalah sebuah kelebihan). Mungkin kekurangan dalam berkisah mengenai latar belakang sosiologis, psikis, antropologis, merupakan kekurangan juga dalam menilai (secara subjektif) mengenai tokoh Budi ini.


Kemarin (menurut penanggalan jawa), Budi di "tembak" oleh seorang cewek, sebutlah namanya Mawar. Lucunya, Mawar menembak si Budi tanpa pernah melihat wajah si Budi (si Budi pun tak pernah melihat wajah Mawar), mereka baru berhubungan lewat telpon dan SMS-an. Kata Mawar, dia mengenal Budi lewat adiknya. Tentu saja, walaupun Budi sebenarnya sangat butuh "sentuhan" wanita, menolak dengan halus permintaan Mawar. Budi mungkin takut blunder, trauma, takut mengecewakan, takut dikecewakan, ataupun beribu pertimbangan lainnya. Walaupun mungkin si Budi dengan sedikit menyesal mengambil keputusan tersebut. Siapa tau cewek ini sangat baik, cantik, tajir (kata hati Budi). Tapi sudahlah, keputusan itu diambil Budi tentunya dengan berbagai pertimbangan. Rasa sesal ataupun ketepatan dalam mengambil keputusan baru bisa Budi rasakan besok (kembali dalam penanggalan Jawa), setelah Budi dan Mawar bertemu langsung. Mungkin saja mereka berdua akan merasakan "Cinta pada pandangan pertama" besok, semoga. Sekian dulu mengenai Budi.
Banyak orang memberi defenisi tentang pacaran, defenisi ini memang rumit karena tidak ada satu kesepahaman umum mengenai pacaran. Menurut asal katanya, pacaran berasal dari kata "pacar". Entah dari bahasa apa, namun secara etimologis, artinya adalah sejenis bahan pewarna kuku (daun pacar). Namun secara terminologis, pacar adalah teman hidup yang berlainan jenis sebelum diikatkan secara sosial (melalui pernikahan), lebih radikal lagi dalam bahasa inggris (girlfriend/boyfriend) pacar dapat berarti teman hidup yang berlainan jenis yang dapat kita menyalurkan hasrat seks padanya (secara fisik = senggama kelamin). Satu yang pasti defenisi mengenai pacaran tergantung pada konstruk budaya pemberi defenisi.
Orang (Indonesia) kebanyakan memberikan pengertian mengenai pacaran dengan arti saling mengenal antara dua jenis kelamin yang berbeda, sebagian meneruskan ke jenjang pernikahan sebagai akhirnya, ataupun sampai tahap pengenalan saja. Entah, dalam defenisi ini mungkin Budi sesepahaman dengan defenisi pertama, makanya dia menolak dengan halus "tembakan" si mawar karena pacaran adalah sesuatu yang sakral, serius, sedangkan Mawar mungkin menganggap pacaran hanyalah saling mengenal, tak lebih.
Walaupun samar-samar, tidak pasti, dan berubah-ubah, namun Mengapa banyak orang yang pacaran ? Saya menganggap bahwa motif pacaran itu berbeda-beda dari tiap individu, motif inilah yang kemudian membuat banyak orang yang pacaran dan mempunyai "gaya pacaran" yang berbeda-beda. Motif tersebut antara lain:
Status
Sebagian orang berpacaran dengan dalih status, minimal status "tidak menjomblo". Status tertinggi (menurut hedonisty) adalah selebritis, bayangkan jika kita pacaran dengan artis atau orang terpandang, otomatis status kita juga akan terangkat.
Biasanya orang ini pada awalnya memilih pacar terserah saja, sembarangan, asal ada, asal status tidak menjomblo, asal orang tahu bahwa dia bisa juga punya pacar. Ataupun sebaliknya, dengan cara pemaksaan, kekerasan, ancaman.
Gaya pacaran umumnya acuh tak acuh, asal dia dilihat oleh orang lain dan pacaran dapat mengubah image orang lain mengenai statusnya.
Nafsu
Sebagian lagi menganggap bahwa pacaran adalah ajang pelampiasan nafsu (sex) belaka, walaupun tingkatan nafsu berbeda pada tiap individu, namun penyaluran nafsu paling minimal adalah bersentuhan fisik dan maksimal adalah (maaf) berhubungan kelamin.
Nafsu disini dapat berupa perasaan suka dan sayang. Suka berarti menyenangi sesuatu, ada suatu hal yang didapatkan dari rasa suka itu, baik nyata maupun abstrak. sayang berarti mengasihi sesuatu, walaupun tidak mendapatkan apa-apa, dia tetap puas dengan memberi sesuatu pada hal yang dikasihinya. Walaupun suka dan sayang tidak dibatasi secara khusus, namun kebanyakan model penyalurannya adalah dengan bersentuhan (secara fisik).
Gaya pacaran model ini biasanya saling bersentuhan, sering sekali berhubungan (ketemuan). intensitas bersentuhan ini semakin lama semakin membosankan sehingga kualitas maupun kuantitasnya seringkali ditingkatkan. Apabila telah "menembus batas" kebosanan, biasanya putus.
Cinta
Pandangan ini mungkin agak naif karena defenisi "cinta" juga tidak jelas. Bagi yang tidak tahu mengenai kata ini biasanya sulit mendefenisikannya atau mengatakan bahwa cinta itu abstrak, sulit diungkapkan, hanya dapat dirasakan oleh yang mengalaminya. Defenisi cinta ini biasanya tumpang tindih dengan defenisi "sayang" dan "suka". Namun tanpa bertele-tele, saya menyamakan cinta itu sejatinya adalah sesuatu yang hakiki, yang hakiki hanyalah DIA, PEMILIK SEMESTA ALAM. Bertolak dari pengertian ini, sejatinya setiap rasa yang indah ditujukan pada DIA, namun rasa ini dapat pula di transformasikan lewat ciptaan-NYA (yang akhirnya berpusat dan berujung pada DIA).
Dari defenisi ini, maka apabila kita mencintai-NYA, taruhlah kita mencintai lawan jenis kita (yang merupakan makhluk-Nya), maka bagaimanapun modelnya, cara mencinta tersebut tidak boleh keluar dari ketetapan-NYA, aturan-NYA, hukum-NYA. Tak ada motif lain yang dominan pada diri kita kecuali mendapat ridho-NYA.
Dikaitkan dengan "pacaran bermotif cinta", apabila dikaitkan dengan hukum-NYA, maka motif "nafsu" bertentangan dengan motif ini.
Gaya pacaran model ini biasanya hanya saling mengetahui, yang akhirnya ke jenjang pernikahan.
Karena keterbatasan model pacaran seperti ini, maka biasanya konstruk sosial tidak menganggap hal ini sebagai pacaran.
Beberapa jenis motif ini dapat bergabung, ataupun berubah motif dari motif yang satu ke motif yang lain. Tak jarang ketiga motif ini bergabung ataupun dijalani sekaligus atau berurutan pada satu individu. Bagaimana dengan anda ?
Akhirnya, walaupun pandangan mengenai pacaran berbeda bagi setiap individu, kembali ke diri kita masing-masing bagaimana kita memaknai pacaran itu. Mungkin benar adanya pendapat kalangan Islam Radikal mengenai pacaran, bahwa pacaran itu sia-sia, dosa, dan haram, apabila kita salah memaknai pacaran tersebut. Bahkan lebih ekstrim lagi, tidak ada istilah pacaran (dalam Islam).
WallaahuA’lam Bisshawab. yakusa

PACARAN : CINTA, NAFSU, ATAU SEKEDAR STATUS ?
Pernah di posting di http://yaszerone.blogspot.com/ pada tanggal 6/27/2006 02:08:00 AM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...