15 Maret 2011 heboh dengan pemberitaan mengenai meledaknya bom buku yang ditujukan kepada aktifis JIL, Ulil Abshar Abdala. Herannya, bom tidak memecahkan kepala target (Ulil), namun memutuskan tangan seorang perwira polisi.
Paket bom yang dikirimkan untuk Ulil, tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) yang juga merupakan ketua DPP Partai Demokrat, diterima resepsionis pada pukul 10.00 WIB. Pada pukul 13.30 WIB, surat baru disetorkan office boy ke kantor JIL yang terletak di kompleks yang sama. Jubir Komunitas Utan Kayu, Saidiman, mencurigai kiriman itu karena terdengar bunyi mencurigakan dan ada kabel menjuntai. Polisi lalu ditelepon. Polisi dari Polsek Matraman dan Polres Jaktim lalu datang. Lantas upaya penjinakan dilakukan oleh Kasat Reskrim Kompol Dodi Rahman dkk tanpa pengamanan, dengan petunjuk manual lewat ponsel. Duar! Pukul 16.05 WIB, bom meledak.
Paket (bom) buku ini ditujukan kepada Ulil. Si pengirim atas nama Sulaiman Azhar dengan Judul buku "Mereka Harus Dibunuh". Dalam suratnya, Sulaiman ingin meminta waktu kepada Ulil untuk wawancara dan memberikan kata pengantar dalam buku karyanya. Di dalam surat itu, Sulaiman mengaku sedang menulis sebuah buku berjudul 'Mereka harus dibunuh karena dosa-dosa mereka terhadap Islam dan kaum Muslimin'. Surat itu terdapat di dalam paket bom yang meledak di kantor KBR 68 H. Paket bom itu dikirimkan untuk Ulil melalui kantor KBR 68 H di Jl Utan Kayu 68, Jakarta Pusat. Paket itu berisi buku setebal 412 halaman. Namun, saat paket itu diperiksa dengan metal detector, ternyata alat itu berbunyi.
Tangan satu anggota polisi yakni Kasat Reskrim Polres Jakarta Timur Kompol Dodi Rahmawan putus saat berusaha menjinakkan bom lewat petunjuk temannya via HP. Seorang sekuriti KBR 68 H juga terluka akibat peristiwa itu.
Dari peristiwa ini, terlepas dari motif dan proses pengiriman bom, Kepolisian Resort Jakarta Timur telah melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP) dengan membuka paket bom di Kantor Jaringan Islam Liberal (JIL). Seharusnya, Polres Jaktim menunggu hingga tim Gegana datang. Entah apa motovasi Kasat Reskrim Polres Jaktim untuk membuka bom tersebut. Yang berhak membuka setiap benda yang dicurigai bom, tidak boleh disentuh oleh siapa pun, kecuali Gegana. Tindakan Kasat Reskrim Polres Jakarta Timur Kompol Dodi Rahmawan, terlalu berani.
Prosedur yang harus dilaksanakan kepolisian selain Gegana ketika menerima ancaman bom, tugas pertama adalah datang ke lokasi. Setelah datang ke lokasi, Polsek wajib mensterilisasi lokasi dengan menggunakan police line, lalu evakuasi semua orang yang berada di lokasi. Anggota polisi selain tim Gegana dilarang menyentuh benda-benda yang dilaporkan mencurigakan hingga tim yang berkompeten (Gegana) datang. Yang berhak mengidentifikasi benda mencurigakan hanyalah Gegana.
Naifnya, dalam kasus ini Gegana mendapatkan laporan setelah bom meledak. Gegana merupakan satuan yang berada di bawah Brimob. Saat kejadian, baik Polsek Matraman maupun Polres Jakarta Timur tidak ada yang melapor kepada Gegana perihal adanya ancaman bom di Kompleks Komunitas Utan Kayu, Jl Utan Kayu 68 H, Jakarta Timur.
Bom buku melawan polisi teledor tentu saja dimenangkan oleh bom buku. Lawan mi itu bom....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar