15 Des 2011

Profil dan Biografi Singkat Pimpinan KPK 2011



Telah terpilih empat pimpinan KPK hasil seleksi (tepatnya voting) dari anggota Komisi III DPR-RI beberapa waktu yang lalu yang disaring dari panitia pemilihan pimpinan KPK. Telah terpilih juga ketua KPK yang baru, Abraham Samad, menyisihkan empat pimpinan KPK terpilih lainnya, yakni Bambang Widjajanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain, serta Ketua KPK Jilid II, Busyro Muqqodas. Banyak yang kecewa dengan hasil ini namun lebih banyak yang menaruh harapan semoga KPK yang baru mampu memberangus korupsi di negeri ini. 

Sebagai orang awam yang buta politik, saya tertarik mengetahui profil kelima pimpinan KPK ini (4 yang baru, 1 yang lama). Dari profil singkat ini sedikit saya mengkhayal bagaimana masa lalu para pimpinan KPK ini, mungkin ada beberapa berkarir gemilang? Berikut ini adalah Profil dan Biografi Singkat Pimpinan KPK Jilid III. 


Abraham Samad 

Abraham Samad (AS) lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 27 November 1966 (44 th), menyelesaikan jenjang pendidikan hukum dari Strata 1 hingga Strata 3 di Universitas Hasanuddin. Di Unhas, ia meraih gelar doktor pada 2010. Sebelum mencalonkan diri jadi pimpinan KPK, DR. Abraham Samad, SH, MH. berkarir sebagai advokat. 

AS termasuk pengacara dengan latar belakang LSM, dia adalah seorang penggagas sekaligus Koordinator ACC (Anti Corruption Committee) di Sulsel. Di LSM itu, AS sangat fokus dalam mendorong terciptanya sistem pemerintahan yang baik serta sistem pelayanan publik yang maksimal dengan sasaran pemberantasan korupsi. Kini, AS menyandang status baru sebagai Ketua KPK periode 2011-2014. Beban berat dan harapan seluruh rakyat Indonesia ada di pundaknya. 

Bambang Widjojanto 

Bambang Widjojanto (BW) lahir di Jakarta, DKI Jakarta, 18 Oktober 1959 adalah seorang advokat. BW menyelesaikan studi di Universitas Jayabaya. Di awal kariernya, BW banyak bergabung dengan lembaga bantuan hukum (LBH), seperti LBH Jakarta, LBH Jayapura (1986-1993), dan Yayasan LBH Indonesia menggantikan Adnan Buyung Nasution menjadi Dewan Pengurus Yayasan LBH Indonesia (1995-2000). BW juga merupakan salah satu pendiri Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Kontras, dan Indonesian Corruption Watch (ICW). Karena ketekunannya di bidang hak azasi manusia, ia memperoleh penghargaan Kennedy Human Rights Award tahun 1993. Pada tahun 2001, BW menempuh program postgraduate di School of Oriental and Africand Studies, London University. Tahun 2002 menjadi konsultan anti KKN di Partnership of Governance Reform. 

BW juga pernah menjadi panitia seleksi calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi (Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 154/2009). Saat ini, ia mengajar Fakultas Hukum Universitas Trisakti, dan menjadi pengacara/Tim Penasehat Hukum KPK. Pengalaman Khusus Pencegahan dan atau Pemberantasan Korupsi, BW sempat menjadi anggota Gerakan Anti Korupsi (Garansi), anggota Koalisi untuk Pembentukan UU Mahkamah Konstitusi Ia juga pernah menjadi anggota Tim Gugatan Judicial Review untuk kasus Release and Discharge, dan anggota Tim Pembentukan Regulasi Panitia Pengawas Pemilu (Panwas Pemilu). 

Adnan Pandu Praja 

Adnan Pandu Praja (APP) lahir di Jakarta, 14 Januari 1960. Sebelum maju menjadi kandidat pimpinan KPK, ia menjadi anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Warga Depok, Jawa Barat ini, lulusan sarjana hukum Universitas Indonesia tahun 1987. APP meraih gelar Master of Law di University of Technology, Sydney Australia tahun 2004. APP tercatat sebagai anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sejak 1992. Dia juga pernah menjabat Wakil Sekretaris Umum Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) (1997-2002). Selain itu APP juga merupakan anggota Tetap dan Peserta Aktif Kelompok Kerja (POKJA) Reformasi Polri yang dibentuk oleh Polri dan Partnership for Governance Reform in Indonesia/UNDP (2000-2003). 

Pendidikan APP adalah S1 Sarjana Hukum Universitas Indonesia (1987), Spesialisasi Notrait Notrait dan Pertanahan (Sp.N) Universitas Indonesia (1996), Master of Law (LL.M) University of Technology, Sydney Australia (2004). Sehingga gelarnya adalah Adnan Pandu Praja, SH, Sp.N, LLM, 

Karier APP adalah sebagai Advokat Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sejak 1992, Advokat, Warens Partners Law Firm (1995-2005), Anggota Kompolnas selama dua periode (2006-2011). Aktivitas lainnya adalah Editorial Jurnal Hukum dan Pembangunan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (1985-1987), Wakil Sekretaris Umum Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM)(1997-2002), Anggota Tetap dan Peserta Aktif Kelompok Kerja (POKJA) Reformasi Polri yang dibentuk oleh Polri dan Partnership for Governance Reform in Indonesia/UNDP (2000-2003), Redaktur Ahli Jurnal Studi Kepolisian, PTIK (2003), Indonesian Student Association for International Studies (ISAFIS) (1985), Indonesian Police Watch (Polwatch) (1999), Yayasan Nurani Dunia, Yayasan Dunia Merdeka, dan Koordinator Koalisi LSM dalam rangka Sosialisasi RUU Polri pada Partnership for Governance Reform in Indonesia (UNDP) (2001). 

Zulkarnain 

Zulkarnain (ZUL) lahir di Lubuk Basung, Sumatera Barat 1 Desember 1951. ZUL adalah seorang sarjana hukum lulusan Universitas Sumatera Utara tahun 1977 dan Magister Hukum IBLAM Jakarta 2004. Jaksa Zulkarnain mengawali karier sebagai Kasubsi Penyidikan Kejari Meulaboh (1980), kemudian Kasubsi Penyidikan Kejari Sibolga Kejati Sumut (1983) dan Jaksa fungsional pada Kejari Sibolga Kejati Sumut. Kariernya terus meroket menjadi Kasubag Pembinaan (1987), Kasie Tindak Pidana Khusus (1991), Kepala Kejaksaan Negeri Pare-pare Sulsel (1996), Asisten Intelijen Kejati Papua (1999) dan Kepala Kejaksaan Negeri Batam (2002). Asisten Bidang Intelijen Kejati Jawa Tengah (2003), Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh (2006), Direktur Penuntutan Kejaksaan Agung (2006), Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimatan Selatan (2007), Kepala Kejaksaan Tingi Jawa Timur (2008), Sekretaris JAM Intelijen Kejaksaan Agung (2009) dan Staf Ahli Jaksa Agung (2010- Sekarang).

Busyro Muqoddas 

Busyro Muqoddas (BM) lahir di Yogyakarta, 17 Juli 1952 adalah ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Indonesia (Jilid II) Menggantikan Ketua KPK Antasari Azhar. Sebelum di KPK, Busyro merupakan ketua merangkap anggota Komisi Yudisial RI periode 2005-2010. M. Busyro Muqoddas, S.H, M.Hum lulus Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta tahun 1977. Ia pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (MPM UII). 

Busyro Muqoddas mengawali karier di bidang hukum pada tahun 1983 sebagai Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (1986-1988), dilanjutkan sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia hingga tahun 1990. Gelar Magister Hukum diperoleh dari Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada tahun 1995. Pada tahun 1995-1998 ia menjabat sebagai Ketua Pusdiklat dan LKBH Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Bapak dari tiga anak ini pernah mengikuti Pelatihan Investigasi Pelanggaran HAM Berat (2004) dan peserta pra-pelatihan internasional dalam bidang Human Rights, Conflict Transformation and Peace Promotion in Norwegia yang diselenggarakan oleh Dirjen Perlindungan HAM, Departemen Hukum dan HAM RI bersama dengan Institute of Human Rights, University of Oslo Norwegia, di Bogor (2004). Busyro yang memiliki hobi membaca buku dan olahraga, pada 2008 meraih penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA). 

Beberapa hari lagi, Busyro Muqoddas tidak akan menjabat lagi sebagai ketua KPK, namun tetap menjadi pimpinan KPK hingga 2014. 

Bagaimana menurut anda? Karir yang cemerlang bukan? Semoga karir mereka makin melejit jika tanpa pandang bulu memberangus korupsi di negeri ini. Bahkan, ada yang menerawang, Abraham Samad bakal kuat jadi calon presiden di 2014 jika mampu memimpin KPK ke arah yang lebih baik. Kami rakyat Indonesia menanti kiprahmu, wahai putra-putra terbaik bangsa.

---Dari berbagai sumber---
Gambar dijiplak dari foto.detik.com, kemudian diedit seadanya

14 Des 2011

logo inisial namaku



Siapakah sang pemilik domain muhammadyasir[dot]com? Yang jelas dia telah memupus ambisiku memiliki domain atas namaku sendiri. Aku akhirnya rela memilih yaszero[dot]com untuk nama blogku. Setelah berselancar di muhammadyasir.com, sedikit gambaran mungkinkah ia seorang desainer? Logo desain inisial namaku terpampang jelas disana, MY. Ataukah ia seorang master IT? Entahlah. Namun, tanpa izin kucopas saja desain logonya, ciamik. Terima kasih atas desainnya, nama kita sama walaupun berada di tempat berbeda.
Published with Blogger-droid v1.7.4

12 Des 2011

Westerling pun Tersenyum


Setiap tanggal 11 Desember diperingati sebagai Hari Korban 40 ribu jiwa, Minggu 11 Desember 2011 kemarin suasana hening dan doa untuk korban 40 ribu jiwa dalam peringatan korban 40 ribu jiwa. Setiap tahun peristiwa ini diperingati dengan upacara yang bersifat rutin saja, tanpa menghayati bagaimana sejarah terjadi peristiwa tersebut. Ini bukan masalah jumlah lagi, tapi ini sebuah pengorbanan luar biasa yang dilakukan para pejuang. Para pejuang mengusulkan tanggal 11 Desember diperingati sebagai hari perlawanan rakyat.

Aksi pembantaian oleh pasukan KNIL Belanda terhadap ribuan penduduk Sulsel pada periode 1946-1947, tentu sulit untuk dilupakan. Tragedi kemanusiaan yang dikenang dengan korban 40.000 ribu jiwa ini dipimpin seorang opsir Baret Hijau utusan Pemerintah Belanda, Westerling. Tanggal ll Desember sebetulnya adalah hari dinyatakannya keadaan Darurat Perang di beberapa daerah termasuk Afdeling Parepare. Pada hari itulah yang menjadi dasar beraksinya Kapten Raymon Westerling. Aksi penembakan tidak berhenti dan terjadi hampir diseluruh daerah Sulawesi Selatan. Mereka yang gugur, kita sebut sebagai korban 40,000 jiwa akibat kekejaman penjajah Belanda yang dilakukan oleh Special Troopen pimpinan Kapten Raymon Paul Piere Westerling.

Berapa rakyat Sulsel yang dibantai Westerling ? Jumlahnya diyakini tidak sampai 40 ribu jiwa, seperti yang dikenal selama ini. Angka 40 ribu jiwa itu pertama keluar dari Mulut Qahar Muzakkar sebagai bahasa politis untuk menggambarkan bahwa di Sulsel telah banyak rakyat yang dibantai Westerling. Jumlah rakyat sulsel yang tewas di tangan Westerling "hanya" sekitar 1.700 jiwa, paling banyak tiga ribuan orang. Westerling sendiri mengatakan “Tanyakan kepada Pak Sarwo Edhie Wibowo, berapa banyak orang yang bisa dibunuh oleh pasukan khusus. Seingat saya 463 orang.”. Meski demikian, masalah jumlah tidak perlu diperdebatkan, yang pasti perbuatan Westerling merupakan tragedi kemanusiaan yang sudah masuk dalam kejahatan perang. Anehnya, Westerling bukannya mendapat hukuman, malah disambut dengan pesta kemenangan oleh pemerintah Belanda bagaikan pahlawan.

Yang menyakitkan lagi bagi para keluarga korban kejahatan Westerling di Makassar karena belum lama ini muncul pemberitaan bahwa para keluarga korban pembantaian di Rawa Gede Jawa Barat yang jumlahnya "hanya" tujuh orang telah mendapat pengakuan dan kompensasi dari pemerintah Belanda, sementara keluarga korban di Sulsel yang jumlahnya ribuan orang tidak mendapat pengakuan dari Belanda sebagai sebuah aksi kejahatan perang.

Pada 26 November 1987, umur 68 tahun di Purmerend, Belanda, Westerling meninggal dunia, mati dengan tenang tanpa pengadilan sebagai penjahat perang. Di kematiannya, Westerling pun tersenyum, tersenyum penuh kemenangan.

Sejarah dan Latar Belakang Tragedi Korban 40.000 Jiwa

Dari beberapa buku sejarah yang memuat tragedi korban 40 ribu jiwa, seperti "Andi Makkasau Menakar Harga Korban 40 Ribu Jiwa", menyebutkan. Penjajah Belanda khawatir akan kehilangan daerah jajahan di Indonesia akibat perkembangan diplomasi politik dan militer di Jawa , setelah Indonesia memproklamsikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus l945. Belanda pun menyusun strategi untuk memecah kesatuan Indonesia dengan menerapkan negara-negara boneka yang bernaung di bawa Republik Indonesia Serikat (RIS). Untuk Indonesia bagian timur, dibentuk Negara Indonesia Timur (NIT), di Jawa Barata ada Negara Pasundan, dan lain-lain. Usaha tersebut dimulai dengan mengadakan konferensi di Malino 16 Juli l946 yang dihadiri oleh utusan negara-negara boneka Belanda. Pada tanggal 24 Desember l946, Makassar diresmikan sebagai markas ibukota NIT.

Akhirnya Belanda membentuk Comanding Officer NICA (CONICA) disetiap daerah untuk tetap menguasai daerah jajahannya. Namun usaha Penjajah tersebut mulai mendapat perlawanan dari raja-raja diaerah Sulsel (termasuk Sulawesi Barat sebelum mekar), Raja Bone Andi Mappanyuki mulai menentang pembentukan CONICA dengan meninggalkan Bone bersama anaknya Andi Pangeran Petta Rani yang akhirnya tertangkap oleh NICA.

Sam Ratulangi dan Lanto Daeng Pasewang yang dipersiapkan untuk membentuk pemerintah daerah di Sulawesi-Selatan setelah pulang menghadiri Pertemuan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) juga ditangkap dan diasingkan ke Serui.

Belanda mulai memperalat apa yang disebut “Dewan Hadat Sulawesi Selatan”, dibuatlah seolah-olah rakyat Sulsel meminta perlindungan keamanan kepada Pax. Nedherlandica untuk membasmi aksi–aksi perlawanan pejuang dan rakyat Indonesia yang dianggap ilegal ini. Dengan konsiderasi Dewan Hadat tersebut, keluarlah keputusan yang menyatakan afdeling Makassar, Bonthain, Parepare, Mandar dan gemeete Makassar dalam keadaan perang dan darurat perang (staat van oorlog en beleg) pada tanggal 11 Desemebr l946.

Belanda memulai agresi militernya "stand–recht" perintah tembak ditempat tanpa proses bagi mereka yang di sebut sebagai "bandit, penjahat, extrimis, pemeras, terroris, perampok, pemeras, anarkis, orang-orang memiliki senjata secara tidak sah, mereka yang membantu menyembunyikan kriminal".

Untuk menimbulkan “shock therapie” bagi pejuang kemerdekaan di daerah ini, didatangkanlah pasukan istimewa KNIL (para troopen) dipimpin oleh Kapten Raymond Paul Piere Westerling yang pada waktu itu masih berusia 27 tahun, dengan beranggotakan 123 orang.

Aksi Perlawanan di Parepare

Di Parepare, dengan dipelopori Andi Makkasau (Datu Suppa Toa) dan Andi Abdullah Bau Massepe (Datu Suppa Lolo), sudah membentuk Badan Persiapan Republik Indonesia (BPRI) untuk mendirikan pemerintahan Indonesia yang merdeka di afdeling Parepare. Andi Makkasau bersama pengikutnya mulai melakukan penentangan kepada penjajahan Belanda dengan mempersiapkan pasukan perlawanan. Bersama golongan pemuda melakukan perlawanan gerilya dan sabotase dalam kota untuk menunjukkan eksistensi adanya negara dan pemerintahan Indonesia.

Perlawanan sengit mulai diperlihatkan di Parapere, pemuda Arifin Nummang, A Mannaungi dan kawan-kawan melempari granat tangsi Belanda, menembak patroli secara sembunyi-sembunyi. Oleh Belanda gerakan Inilah antara lain di anggap semacam teroris dan ekstrimis, penjahat-penjahat atau kriminal karena bertindak untuk membinasakan pasukan-pasukan penjajahan yang dianggapnya “sah” memerintah rakyat Indonesia.

Beberapa tokoh dan pemuda BPRI di Parepare kemudian ditahan antara lain A.J.Jusuf Binol, Abd. Hamid Saleh, Usman Isa, Makkarumpa Daeng Parani, A. Abubakar, La Halide, A.Mappatola, Muh,Jasim, Haddaseng, Jalangkara, Tahir Djamalu, La Cara, Mustakim, A. Sinta, A. Isa, La Sita, juga telah ditangkap sebelumnya kemlompok pemuda A.Rahim Manji, Mansyur Munastan, S.Mon, Ajuba, Abd.Waris, Abdullah Keppang, Yunus Hasnawi, Zainuddin Zaini.

A. Abdullah Bau Massepe ditangkap dan dibawah ke Makassar, kemudian dikembalikan ke Pinrang untuk diperiksa. A. Makkasau pun ikut tertangkap, tetapi atas permintaan mertuanya A. Tjalo yang menjadi Arung Mallusetasi ketika itu, ia ditahan di rumah mertunya dengan janji untuk diberi penyadaran dan diinsafkan.

Penahanan beberapa tokoh dan pemuda di Parepare dan sekitarnya, tidak mengendurkan perlawanan para pejuang dan pemuda-pemuda. Beberapa pemuda menyebrerang ke Jawa melalui beberapa titik pemberangkatan seperti Suppa. Perlawanan pasukan-pasukan di Sawitto yang dipimpin A.Selle makin gencar, demikian pula pelawanan pasukan A.Cammi yang membawa nama Lasykar Ganggawa di daerah Sidrap dan berpusat di Carawali mengadakan penghadangan dan menyerbu tangsi Belanda di Rappang.

Perlawanan gencar seperti inilah yang semakin menakutkan pemerintahan penjajah Belanda . Pada tanggal 14 Januari l947 , militer Belanda dipimpin oleh Onder Luitenant Vermeulen menggiring 23 orang pejuang yang sedang di tahan di markas MP (sekarang Asrama CPM) Parepare, dibawah berjalan ke terminal (kini Tugu Korban 40.000). Mereka itu Makkarumpa Daeng Parani, A.Isa, A.Sinta, Abdul Rasyid, La Nummang, Muh.Kurdi,Abd. Muthalib, Lasiming, Paung Side, La Sibali, Oyo, LA Sube,A.Mappatola, A.Pamusureng, Abubakar Caco,A.Etong, Bachrong,H.A. Abubakar, Osman Salengke (Syamsul Bachri) ,La Upe, La Buddu, La Side, Haruna.

Mereka dijajarkan kemudian di ditembak. Salah seorang perempuan yang sedianya akan turut ditembak Hasnah Nu’mang akhirnya dikeluarkan dari barisan. 23 korban penembakan diangkut dengan truk sebagai syuhada, tanpa dimandikan dan dikafani , dikebumikan bersama dalam satu lobang di pekuburan La Berru ( sekarang Taman Makam Kesuma) Parepare.

Tidak berselang berapa lama, Pebruari l947 A. Abdullah Bau Massepe juga dieksekusi, menyusul pada bulan yang sama A.Makkasau di tenggelamkan di perairan Marabombang Suppa. Kemudian pada tahun l950 kerangkanya dipindahkan ke Makam Pahlawan Paccakke Parepare. Seperti diketahui, Abdulah Bau Massepe dalam Konprensi Pacceke di Kabupaten Barru 20 Januari l947 dalam rangka pembentukan Divisi Hasanuddin, Tentara Republik Indonesia (TRI) di Sulawesi-Selatan, telah diangkat menjadi Panglima Divisi berdasarkan mandat Panglima Besar TRI Jenderal Sudirman.

Mandat ini dibawa oleh ekspedisi TRI dari Jawa yang dipimpin oleh Kapten A.Mattalatta, didampingi Kapten M.Saleh Lahade, Letnan Satu A.Oddang, Letnan Satu A.Sapada. Karena A.Abdullah Bau Massepe dalam tahanan Belanda di Pinrang, maka pelantikan dilakukan secara in absensia. Divisi Hasanuddin membawahi tiga resimen . Konprensi ini, dihadiri antara lain utusan kelasykaran dari seluruh Sulawesi-Selatan. Hadir mewakili Lasjkar Ganggawa dari Parepare dan sekitarnya adalah A.Mannaungi, Lantja Rachmansyah.

Mereka kemudian juga diberi pangkat Kapten. Adapun Kapten A. Muh. Sirpin yang juga melakukan pendaratan dari Jawa, tidak bisa hadir pada acara pelantikan ini, karena telah gugur melawan pasukan Belanda di Salossoe. Nama A.M.Sirpin kemudian diabadikan oleh Letnan satu A.Sapada menjadi nama perguruan tinggi yang kita kenal sebagai AMSIR. Singkatan dari Andi Muhammad Sirpin. Demikianlah, jika A.Abdullah Bau Massepe tidak segera dibinasakan, maka ia akan memimpin tiga resimen perlawanan di Sulawesi-Selatan, karena itu Belanda tidak ingin mengambil resiko.

Hari penembakan korban 40.000 di Parepare tepatnya tanggal 14 Januari l947. Tak hanya di Parepare, pasukan Westerling pun melakukan aksi serupa di sejmlah wilayah di Sulsel, khususnya Makassar. Sehingga tak heran jika mantan tentara bayaran Inggris ini dijuluki sijagal.


Apa yang dilakukan Westerling di Sulsel merupakan bentuk dari penyebaran teror agar masyarakat menjadi takut. Sebelum ke Makassar, Westerling juga melakukan pembunuhan di Medan dengan cara yang sangat sadis sekali. Sasaran Westerling kata Salim adalah orang-orang yang dianggap ekstremes dan sejumlah perampok. Teror ini sengaja disebarkan agar pembentukan Negara Indonesia Timur bisa diterima tanpa hambatan, karena saat itu Soekarno-Hatta telah memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Kehadiran Westerling bersama pasukannya di Sulsel sebagai upaya pemerintah Belanda untuk memecah belah rakyat Indonesia dan kembali menguasai Indonesia.

Perbuatan Westerling beserta pasukan khususnya dapat lolos dari tuntutan pelanggaran HAM Pengadilan Belanda karena sebenarnya aksi terornya yang dinamakan contra-guerilla, memperoleh izin dari Letnan Jenderal Spoor dan Wakil Gubernur Jenderal Dr. Hubertus Johannes van Mook. Jadi yang sebenarnya bertanggungjawab atas pembantaian rakyat Sulawesi Selatan adalah Pemerintah dan Angkatan Perang Belanda.

Pembantaian tentara Belanda di Sulawesi Selatan ini dapat dimasukkan ke dalam kategori kejahatan atas kemanusiaan (crimes against humanity), yang hingga sekarangpun dapat dimajukan ke pengadilan internasional, karena untuk pembantaian etnis (Genocide) dan crimes against humanity, tidak ada kadaluarsanya. Perlu diupayakan, peristiwa pembantaian ini dimajukan ke International Criminal Court (ICC) di Den Haag, Belanda.

Profil Singkat Westerling

Raymond Pierre Paul Westerling (lahir di Istanbul, Kesultanan Utsmaniyah, 31 Agustus 1919 – meninggal di Purmerend, Belanda, 26 November 1987 pada umur 68 tahun) adalah komandan pasukan Belanda yang terkenal karena memimpin Pembantaian Westerling (1946-1947) di Sulawesi Selatan dan percobaan kudeta APRA di Bandung, Jawa Barat.

Westerling adalah anak kedua dari Paul Westerling (Belanda) dan Sophia Moutzou (Yunani). Westerling dijuluki "si Turki" karena lahir di Istanbul, mendapat pelatihan khusus di Skotlandia. Dia masuk dinas militer pada 26 Agustus 1941 di Kanada. Pada 27 Desember 1941 dia tiba di Inggris dan bertugas di Brigade Prinses Irene di Wolverhampton, dekat Birmingham. Westerling termasuk 48 orang Belanda sebagai angkatan pertama yang memperoleh latihan khusus di Commando Basic Training Centre di Achnacarry, di Pantai Skotlandia yang tandus, dingin dan tak berpenghuni. Melalui pelatihan yang sangat keras dan berat, mereka dipersiapkan untuk menjadi komandan pasukan Belanda di Indonesia.

Seorang instruktur Inggris sendiri mengatakan pelatihan ini sebagai: "It’s hell on earth" (neraka di dunia). Pelatihan dan pelajaran yang mereka peroleh antara lain "unarmed combat" (perkelahian tangan kosong), "silent killing" (penembakan tersembunyi), "death slide", "how to fight and kill without firearms" (berkelahi dan membunuh tanpa senjata api), "killing sentry" (membunuh pengawal) dan sebagainya.

Setelah bertugas di Eastbourne sejak 31 Mei 1943, maka bersama 55 orang sukarelawan Belanda lainnya pada 15 Desember 1943 Sersan Westerling berangkat ke India untuk betugas di bawah Laksamana Madya Mountbatten Panglima South East Asia Command (Komando Asia Tenggara). Mereka tiba di India pada 15 Januari 1944 dan ditempatkan di Kedgaon, 60 km di utara kota Poona.

Pada 20 Juli 1946, Westerling diangkat menjadi komandan pasukan khusus, Depot Speciale Troepen – DST (Depot Pasukan Khusus). Awalnya, penunjukkan Westerling memimpin DST ini hanya untuk sementara sampai diperoleh komandan yang lebih tepat, dan pangkatnya pun tidak dinaikkan, tetap Letnan II (Cadangan). Namun dia berhasil meningkatkan mutu pasukan menjelang penugasan ke Sulawesi Selatan, dan setelah 'berhasil' menumpas perlawanan rakyat pendukung Republik di Sulawesi Selatan, dia dianggap sebagai pahlawan dan namanya membubung tinggi seantero Belanda.

Setelah keluar dari tahanan, Westerling sering diminta untuk berbicara dalam berbagai pertemuan. Dalam satu pertemuan dia ditanya, mengapa Sukarno tidak ditembak saja. Westerling menjawab, "Orang Belanda sangat perhitungan, satu peluru harganya 35 sen, Sukarno harganya tidak sampai 5 sen, berarti rugi 30 sen yang tak dapat dipertanggungjawabkan." Beberapa hari kemudian, Komisaris Tinggi Indonesia memprotes kepada kabinet Belanda atas penghinaan tersebut.

Pada 17 Desember 1954 Westerling dipanggil menghadap pejabat kehakiman di Amsterdam di mana disampaikan kepadanya, bahwa pemeriksaan telah berakhir dan tidak terdapat alasan untuk pengusutan lebih lanjut. Pada 4 Januari 1955 Westerling menerima pernyataan tersebut secara tertulis.

Westerling kemudian menulis dua buku, yaitu otobiografinya Memoires yang terbit tahun 1952, dan De Eenling yang terbit tahun 1982. Buku Memoires diterjemahkan ke bahasa Prancis, Jerman dan Inggris. Edisi bahasa Inggris berjudul Challenge to Terror sangat laku dijual dan menjadi panduan untuk counter insurgency dalam literatur strategi pertempuran bagi negara-negara Eropa untuk menindas pemberontakan di negara-negara jajahan mereka di Asia dan Afrika.

Dikabarkan, Westerling pernah berusaha menjadi penyanyi di Jerman tetapi tidak berhasil, akhirnya pulang lagi ke Belanda dan menjadi penjual buku, juga gagal. Ada yang mengatakan, selama hidupnya ia merasa tidak tenteram dan satu-satunya hiburannya adalah bertemu dengan kawan-kawan lama sesama pasukan Belanda di Indonesia dan mengobrol di restauran.

Pada 26 November 1987, umur 68 tahun di Purmerend, Belanda, Westerling meninggal dunia, mati dengan tenang tanpa pengadilan sebagai penjahat perang.


9 Des 2011

Profil Desa Bone-Bone, Desa Sehat Tanpa Rokok


Profil Desa Bone-Bone

Desa Bone-Bone merupakan sebuah desa terpencil yang terletak di lereng Gunung Latimojong di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut. Kampung ini dihuni kurang lebih 801 jiwa yang menempati rumah-rumah panggung. Luas Desa sekitar 800 hektar. Kampung Bone-Bone termasuk ke dalam wilayah Desa Bone-Bone (Setelah dipecah dari Desa Pepandingan), Kecamatan Baraka, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Desa Bone-Bone berlokasi di kaki Gunung Latimojong, 1.500 meter dari permukaan laut. Kampung Bone-Bone terletak sekitar 300 kilometer sebelah utara Kota Makassar. Untuk mencapai kampung ini, dari Kota Makassar cukup melewati Ibukota Enrekang, kemudian menuju ke Kecamatan Baraka. Dari Kecamatan Baraka menuju ke Desa Bone-Bone, perjalanan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua dengan jarak tempuh sekitar 50 kilometer.

Kampung ini sangat terkenal sebagai desa tanpa rokok di Kabupaten Enrekang. Suasana antirokok begitu terasa saat memasuki desa tersebut. Tanda larangan merokok langsung terpampang pada baliho besar tepat di gerbang masuk Desa Bone-Bone, Sejumlah papan berisi larangan merokok dan imbauan untuk menjaga kesehatan juga menghiasi sudut-sudut desa. Acara kumpul-kumpul pada malam hari yang biasa dihadiri pemuda dan bapak-bapak tetap berlangsung meskipun tanpa kepulan asap rokok. Mereka hanya mengenakan kain sarung untuk menangkal hawa dingin sambil menyeruput kopi hangat yang disajikan bersama pisang goreng.


Desa bebas rokok, dilarang merokok di desa ini !!!
Pencanangan kawasan bebas asap rokok merupakan inisiatif Kepala Desa Bone-Bone Muhammad Idris (45) pada tahun 2000. Saat itu, ia prihatin dengan banyaknya anak-anak usia SD hingga remaja yang merokok. Pemahaman tentang bahaya merokok sangat minim mereka dapatkan mengingat kebiasaan tersebut dilakukan juga oleh orangtua pada umumnya.

Mantan loper koran yang lulusan IAIN Alauddin itu pun menuangkan program kawasan bebas asap rokok dalam peraturan dusun (Status Bone-Bone baru berubah menjadi desa pada tahun 2008). Meskipun secara tegas telah melarang penjualan rokok di dusunnya, ia masih mengizinkan warga merokok di dalam rumah. Hal ini untuk ”mengompromi” permintaan warga yang keberatan jika larangan merokok langsung diberlakukan di seluruh wilayah.

Setelah tahun 2003, warga tidak boleh lagi merokok di kawasan desa termasuk di rumah. Dalam kurun itu pula, setiap bulan, Idris bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Enrekang mengadakan penyuluhan tentang bahaya merokok bagi kesehatan.

Di sisi lain, toleransi juga berlaku bagi para pendatang saat awal mula penetapan kawasan tanpa rokok. Warga dari luar dusun diperbolehkan merokok selama tiga hari. Namun, mereka akan diminta pulang jika melanggar aturan tersebut. Saat ini pendatang sama sekali tak diperkenankan merokok jika berkunjung ke Desa Bone-Bone.

Secara bertahap, aturan larangan merokok juga disertai dengan sanksi. Warga yang ketahuan merokok di kawasan desa wajib terlibat dalam kegiatan untuk kepentingan umum, seperti pembenahan jalan rusak, pembangunan fasilitas umum, dan pembersihan jalan. Sanksi ini dinilai cocok untuk mendidik warga ketimbang denda berupa uang tunai.

Bahaya merokok kian mendapat perhatian dari warga ketika Hanaki harus menjalani katerisasi jantung pada tahun 2005 di Malaysia. Menurut analisis dokter, penyakit Hanaki yang saat itu berprofesi sebagai tenaga kerja wanita terjadi akibat menjadi perokok pasif selama bertahun-tahun.

Kejadian yang menimpa Hanaki ternyata mengubah pola hidup warga secara signifikan. Selama tiga tahun terakhir, Desa Bone-Bone benar-benar bebas dari asap rokok. Warga mulai dari anak-anak hingga dewasa tak segan menegur siapa pun yang merokok di kawasan desa.

Menurut Idris, upaya mengawasi perilaku warga desa sejauh ini relatif lancar. Kondisi geografis desa yang terletak di dataran tinggi membuat bau asap rokok dapat tercium hingga radius sekitar 200 meter. ”Saya juga tidak khawatir jika ada warga yang nekat merokok di dalam rumah karena anggota keluarga ikut mengontrol,” ungkapnya.

Aturan bebas asap rokok turut memperbaiki kondisi kesehatan warga. Rahmatia, pegawai kesehatan di Desa Bone-Bone, mengatakan, dalam setahun terakhir tidak ada lagi warga yang menderita batuk berdahak akibat kebiasaan merokok. Penyakit influenza yang masih terjadi saat ini pada umumnya dipicu anomali cuaca.

Aturan menanam pohon sebelum menikah

Idris bersama warga juga menyepakati sejumlah aturan lain yang dibuat demi kemajuan desa. Sejak tiga tahun lalu, warga yang ingin menikah wajib menanam minimal lima bibit pohon surian (Toona sureni) di lahan masing-masing. Hal ini bertujuan menjaga kelestarian kayu surian yang biasa digunakan warga setempat sebagai bahan bangunan rumah.

Pembatasan impor unggas mencegah flu burung

Dua tahun berselang, muncul aturan yang melarang warga memelihara atau mengonsumsi ayam broiler. Kebijakan itu dipicu wabah flu burung yang menyebabkan puluhan ayam di Bone-Bone mati. Sejak itulah warga mulai mengembangkan peternakan ayam kampung untuk memenuhi kebutuhan pangan saat bergotong royong membangun rumah ataupun acara syukuran.

Larangan penggunaan Bahan pengawet

Adapun aturan yang membatasi konsumsi makanan berbahan pengawet baru diterapkan mulai tahun 2011 ini. Toko kelontong milik koperasi desa tidak menjual penganan yang mengandung bahan kimia untuk penyedap rasa atau Mono sodium glutamat (MSG). Jajanan untuk anak-anak hanyalah cokelat, biskuit, dan kue buatan warga setempat, seperti wajik, donat, dan dange.

Program makanan tambahan untuk gizi anak

Masing-masing keluarga juga sepakat menyumbangkan uang Rp 3.000 untuk pembuatan bubur kacang hijau setiap bulan. Konsumsi bubur kacang hijau secara teratur diharapkan membantu perkembangan sel otak anak-anak dan menjaga stamina warga yang telah berumur.

Jadi desa sehat percontohan

Upaya yang telah dilakukan warga Desa Bone-Bone mulai menginspirasi beberapa desa di Enrekang, seperti Kendenan dan Kadinge. Kedua desa itu sudah mengukuhkan diri sebagai kawasan tanpa rokok sejak beberapa bulan lalu. Bupati Enrekang, La Tinro La Tunrung, juga berencana memunculkan desa bebas asap rokok lain di Kecamatan Ala dan Anggeraja mulai tahun depan.

”Saya berharap desa lain mengikuti apa yang telah dilakukan warga Desa Bone-Bone,” ujar bupati yang berhenti merokok sejak tiga tahun lalu ini. Pencapaian warga Bone-Bone ini terpilih sebagai salah satu praktik cerdas yang ditampilkan yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) dalam Forum KTI V awal November lalu di Ambon, Maluku.

Apa yang telah dilakukan Idris dan kawan-kawan sebenarnya bukan hal baru. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Surabaya sudah lama mendambakan kawasan tanpa rokok di wilayah masing-masing. Namun, warga Desa Bone-Bone menunjukkan bahwa itu hanya dapat dicapai dengan kepemimpinan yang kuat dan komitmen bersama.


Profil Desa Bone-Bone, Desa Sehat Tanpa Rokok Pertama Di Dunia




1 Des 2011

saat dunia tak lagi berbau

Masihkah hidung anda dapat mencium bau? Tidakkah anda pernah berpikir jika kehilangan indera penciuman? Mungkin anda ingin kehilangannya jika mencium bau busuk? Sekali-kali jangan, bersyukurlah masih bisa membau (mencium bau). Bukankah fungsi mencium bau busuk berguna agar kita mengetahui sumber bau busuk tersebut supaya kita menghindarinya atau malah membuat sumbernya tidak berbau busuk lagi? Saat dunia saya tak lagi berbau, Bersyukurlah anda yang masih dapat mencium bau dunia, apalagi bau surga...

Indera penghidu/pembau yang merupakan fungsi saraf olfaktorius (N.I ), sangat erat hubungannya dengan indera pengecap yang dilakukan oleh saraf trigeminus (N.V ), karena seringkali kedua sensoris ini bekerja bersama- sama. Reseptor organ penghidu terdapat di regio olfaktorius dihidung bagian sepetiga atas. Serabut saraf olfaktorius berjalan melalui lubang- lubang pada lamina kribrosa os etmoid menuju bulbus olfaktorius didasar fosa kranii anterior. Hilangnya fungsi pembauan dan/atau pengecapan dapat mengancam jiwa penderita karena penderita tak mampu mendeteksi asap saat kebakaran atau tidak dapat mengenali makanan yang telah basi. Sekitar 80% gangguan pengecapan merupakan kelainan pembauan. Hasil survei tahun 1994 menunjukkan bahwa 2, 7 juta penduduk dewasa Amerika menderita gangguan pembauan, sementara 1,1 juta dinyatakan menderita gangguan pengecapan. Penelitian yang dilakukan sebelumnya menemukan bahwa 66% penduduk merasakan bahwa mereka pernah mengalami penurunan ketajaman pembauan.

TERMINOLOGI

Gangguan pembauan disebut dengan “osmia”. Gangguan Pembauan.
 Anosmia : tidak bisa mendeteksi bau
 hiposmia : penurunan kemampuan dalam mendeteksi bau
 disosmia : distorsi identifikasi bau
 Parosmia : perubahan persepsi pembauan meskipun terdapat sumber bau, biasanya bau tidak enak.
 Phantosmia : persepsi bau tanpa adanya sumber bau
 Agnosia : tidak bisa menyebutkan atau membedakan bau, walaupun penderita dapat mendeteksi bau.

Gangguan pembauan dapat bersifat total (seluruh bau), parsial (hanya sejumlah bau), atau spesifik (hanya satu atau sejumlah kecil bau).


ANATOMI DAN FISIOLOGI

Neuroepitel olfaktorius terletak di bagian atas rongga hidung di dekat cribiform plate, septum nasi superior dan dinding nasal superolateral. Struktur ini merupakan neuroepitelium pseudostratified khusus yang didalamnya terdapat reseptor olfaktorius utama. Pada neonatus, daerah ini merupakan suatu lembar neural yang padat, namun pada anak-anak dan dewasa terbentuk interdigitasi antara jaringan respiratorius dan olfaktorius.Dengan bertambahnya usia seseorang, jumlah neuron olfaktorius ini lambat laun akan berkurang. Selain neuron olfaktorius, epitel ini juga tersusun oleh sel-sel penopang yaitu duktus dan glandula Bowman yang sifatnya unik pada epitel olfaktorius dan sel basal yang berfungsi pada regenerasi epitel. Sensasi pembauan diperantarai oleh stimulasi sel reseptor olfaktorius oleh bahan- bahan kimia yang mudah menguap. Untuk dapat menstimulasi reseptor olfaktorius, molekul yang terdapat dalam udara harus mengalir melalui rongga hidung dengan arus udara yang cukup turbulen dan bersentuhan dengan reseptor.

Faktor- faktor yang menentukan efektivitas stimulasi bau meliputi durasi, volume dan kecepatan menghirup. Tiap sel reseptor olfaktorius merupakan neuron bipolar sensorik utama. Dalam rongga hidung rata-rata terdapat lebih dari 100 juta reseptor. Neuron olfaktorius bersifat unik karena secara terus menerus dihasilkan oleh sel-sel basal yang terletak dibawahnya. Sel-sel reseptor baru dihasilkan kurang lebih setiap 30- 60 hari. Reseptor odorant termasuk bagian dari G- protein receptor superfamily yang berhubungan dengan adenilat siklase. Manusia memiliki beratus- ratus reseptor olfaktorius yang berbeda, namun tiap neuron hanya mengekspresikan satu tipe reseptor. Inilah yang mendasari dibuatnya peta pembauan (olfactory map). Neuron yang menyerupai reseptor yang terdapat di epitel mengirimkan akson yang kemudian menyatu dalam akson gabungan pada fila olfaktoria didalam epitel.

PATOGENESIS

Aspek- aspek molekuler dari penciuman kini telah dipahami. Pada mammalia, kemungkinan ada 300- 1000 gen reseptor penciuman yang termasuk dalam 20 keluarga yang berbeda yang terletak di berbagai kromosom dalam kelompok-kelompok. Gen-gen reseptor ditemukan pada lebih dari 25 lokasi kromosom manusia. Protein- protein reseptor penciuman adalah reseptor- reseptor tergabung protein G yang ditandai oleh keberadaan domain transmembran 7 alfa-helikal. Masing-masing neuron penciuman hanya mengekspresikan satu, atau paling banyak beberapa, gen reseptor, menjadi dasar molekuler untuk pembedaan bau. Maka sistem penciuman ditandai oleh tiga hal yang penting:
(1) keluarga gen reseptor yang besar yang menunjukkan keberagaman yang sangat baik sehingga memungkinkan respon terhadap berbagai bau,
(2) protein- protein reseptor yang menunjukkan spesifitas yang hebat sehingga memungkinkan pembedaan bau, dan
(3) hubungan-hubungan bau disimpan dalam ingatan lama sesudah peristiwa terjadinya paparan dilupakan.

ETIOLOGI

Disfungsi pembauan atau Gangguan pembauan dapat disebabkan oleh proses- proses patologis di sepanjang jalur olfaktorius. Kelainan ini dianggap serupa dengan gangguan pendengaran yaitu berupa defek konduktif atau sensorineural. Pada defek konduktif (transport) terjadi gangguan transmisi stimulus bau menuju neuroepitel olfaktorius. Pada defek sensorineural prosesnya melibatkan struktur saraf yang lebih sentral. Secara keseluruhan, penyebab defisit pembauan yang utama adalah penyakit pada rongga hidung dan/atau sinus, sebelum terjadinya infeksi saluran nafas atas karena virus; dan trauma kepala.

Defek konduktif.
1. Proses inflamasi/peradangan dapat mengakibatkan gangguan pembauan. Kelainannya meliputi rhinitis (radang hidung) dari berbagai macam tipe, termasuk rhinitis alergika, akut, atau toksik (misalnya pada pemakaian kokain). Penyakit sinus kronik menyebabkan penyakit mukosa yang progresif dan seringkali diikuti dengan penurunan fungsi pembauan meski telah dilakukan intervensi medis, alergis dan pembedahan secara agresif.
2. Adanya massa/tumor dapat menyumbat rongga hidung sehingga menghalangi aliran odorant ke epitel olfaktorius. Kelainannya meliputi polip nasal (paling sering), inverting papilloma, dan keganasan.
3. Abnormalitas developmental (misalnya ensefalokel, kista dermoid) juga dapat menyebabkan obstruksi.
4. Pasien pasca laringektomi atau trakheotomi dapat menderita hiposmia karena berkurang atau tidak adanya aliran udara yang melalui hidung. Pasien anak dengan trakheotomi dan dipasang kanula pada usia yang sangat muda dan dalam jangka waktu yang lama kadang tetap menderita gangguan pembauan meski telah dilakukan dekanulasi, hal ini terjadi karena tidak adanya stimulasi sistem olfaktorius pada usia yang dini.

Defek sentral/sensorineural.
1. Proses infeksi/inflamasi menyebabkan defek sentral dan gangguan pada transmisi sinyal. Kelainannya meliputi infeksi virus (yang merusak neuroepitel), sarkoidosis (mempengaruhi stuktur saraf) , Wegener granulomatosis, dan sklerosis multipel.
2. Penyebab kongenital menyebabkan hilangnya struktur saraf. Kallman syndrome ditandai oleh anosmia akibat kegagalan ontogenesis struktur olfakorius dan hipogonadisme hipogonadotropik. Salahsatu penelitian juga menemukan bahwa pada Kallman syndrome tidak terbentuk VNO.
3. Gangguan endokrin (hipotiroidisme, hipoadrenalisme, DM) berpengaruh pada fungsi pembauan.
4. Trauma kepala, operasi otak , atau perdarahan subarakhnoid dapat menyebabkan regangan, kerusakan atau terpotongnya fila olfaktoria yang halus dan mengakibatkan anosmia.
5. Disfungsi pembauan juga dapat disebabkan oleh toksisitas dari obat-obatan sistemik atau inhalasi (aminoglikosida, formaldehid). Banyak obat-obatan dan senyawa yang dapat mengubah sensitivitas bau, diantaranya alkohol, nikotin, bahan terlarut organik, dan pengolesan garam zink secara langsung.
6. Defisiensi gizi (vitamin A, thiamin, zink) terbukti dapat mempengaruhi pembauan.
7. Jumlah serabut pada bulbus olfaktorius berkurang dengan laju 1% per tahun. Berkurangnya struktur bulbus olfaktorius ini dapat terjadi sekunder karena berkurangnya sel-sel sensorik pada mukosa olfaktorius dan penurunan fungsi proses kognitif di susunan saraf pusat.
8. Proses degeneratif pada sistem saraf pusat (penyakit Parkinson, Alzheimer disease, proses penuaan normal) dapat menyebabkan hiposmia. Pada kasus Alzheimer disease, hilangnya fungsi pembauan kadang merupakan gejala pertama dari proses penyakitnya. Sejalan dengan proses penuaan, berkurangnya fungsi pembauan lebih berat daripada fungsi pengecapan, dimana penurunannya nampak paling menonjol selama usia dekade ketujuh. Walau dahulu pernah dianggap sebagai defek konduktif murni akibat adanya edema mukosa dan pembentukan polip, rhinosinusitis kronik nampaknya juga menyebabkan kerusakan neuroepitel disertai hilangnya reseptor olfaktorius yang pemanen melalui upregulated apoptosis.

DIAGNOSIS GANGGUAN PEMBAUAN

Tahapan pertama dalam mendiagnosis adalah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Berikan penekanan khusus pada riwayat URI, patologi hidung atau sinus, riwayat trauma, masalah medis lainnya, dan obat-obatan yang diminum. Lakukan CT scan jika dipandang perlu. Pada umumnya, berkurangnya fungsi pembauan tanpa disertei gejala susunan saraf pusat atau pemeriksaan neurologis yang abnormal sangat kecil kemungkinannya berhubungan dengan massa intrakranial seperti meningioma. Kendati demikian seringkali dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan MRI apabila riwayat penyakitnya tidak mendukung atau ditemukan gejala dan tanda neurologis sekunder. Walau tidak dianjurkan untuk melakkan pemeriksaan laboratorium standard namun dapat dilakukan pemeriksaan alergi, DM, fungsi tiroid, fungsi ginjal dan hepar, fungsi endokrin, dan defisiensi gizi berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Biopsi epitel olfaktorius merupakan suatu teknik dalam riset.

A. Tanda dan Gejala.
Mengetahui awitan dan perkembangan kelainan penciuman dapat menjadi hal yang sangat penting untuk menegakkan diagnosis etiologik. Anosmia unilateral jarang menjadi keluhan; ia hanya dapat dikenali dengan menguji bau secara terpisah pada masing- masing lubang hidung. Anosmia bilateral, di lain pihak, membuat pasien mencari pertolongan dokter. Pasien- pasien anosmik biasanya mengeluhkan hilangnya kemampuan merasa meskipun ambang rasanya mungkin berada pada kisaran normal. Pada kenyataannya, mereka mengeluhkan hilangnya deteksi rasa, yang sebagian besar merupakan fungsi dari penciuman.

B. Temuan Fisik.
Pemeriksaan fisik harus meliputi pemeriksaan lengkap pada telinga, saluran napas bagian atas, kepala, dan leher. Kelainan pada masing-masing daerah kepala dan leher dapat menyebabkan disfungsi penciuman. Keberadaan otitis media serosa dapat menunjukkan adanya massa nasofaring atau peradangan. Pemeriksaan hidung yang seksama untuk mencari massa hidung, jendalan darah, polip, dan peradangan membran hidung sangat penting. Bila ada, rinoskopi anterior harus ditunjang dengan pemeriksaan endoskopik pada rongga hidung dan nasofaring. Keberadaan telekantus pada pemeriksaan mata dapat mengarah ke massa atau peradangan di sinus. Massa nasofaring yang menonjol ke rongga mulut atau drainase purulen di orofaring dapat ditemukan pada pemeriksaan mulut. Leher harus dipalpasi untuk mencari massa atau pembesaran tiroid. Pemeriksaan saraf yang menekankan pada nervus kranialis dan fungsi sensorimotorik sangat penting. Mood pasien secara umum harus dinilai dan tanda- tanda depresi harus dicatat.

C. Temuan Laboratorium.
Telah dikembangkan teknik- teknik untuk biopsi neuroepitelium olfaktorius. Namun, karena degenerasi neuroepitelium olfaktorius yang luas dan interkalasi epitel pernapasan pada daerah penciuman orang dewasa tanpa disfungsi penciuman yang jelas, material biopsi harus diinterpretasikan dengan hati-hati.

D. Pencitraan. CT scan atau MRI kepala dibutuhkan untuk menyingkirkan neoplasma pada fossa kranii anterior, fraktur fossa kranii anterior yang tak diduga sebelumnya, sinusitis paranasalis, dan neoplasma pada rongga hidung dan sinus paranasalis. Kelainan tulang paling bagus dilihat melalui CT, sedangkan MRI bermanfaat untuk mengevaluasi bulbus olfaktorius, ventrikel, dan jaringan- jaringan lunak lainnya di otak. CT koronal paling baik untuk memeriksa anatomi dan penyakit pada lempeng kribiformis, fossa kranii anterior, dan sinus.

E. Pemeriksaan Sensorik.
Pemeriksaan sensorik fungsi penciuman dibutuhkan untuk
(1) memastikan keluhan pasien,
(2) mengevaluasi kemanjuran terapi, dan
(3) menentukan derajat gangguan permanen.

1. Langkah pertama menentukan sensasi kualitatif Langkah pertama dalam pemeriksaan sensorik adalah menentukan derajat sejauh mana keberadaan sensasi kualitatif. Beberapa metode sudah tersedia untuk pemeriksaan penciuman.
a. Tes Odor stix – Tes Odor stix menggunakan sebuah pena ajaib mirip spidol yang menghasilkan bau- bauan. Pena ini dipegang dalam jarak sekitar 3- 6 inci dari hidung pasien untuk memeriksa persepsi bau oleh pasien secara kasar.
b. Tes alkohol 12 inci – Satu lagi tes yang memeriksa persepsi kasar terhadap bau, tes alkohol 12 inci, menggunakan paket alkohol isopropil yang baru saja dibuka dan dipegang pada jarak sekitar 12 inci dari hidung pasien.
c. Scratch and sniff card (Kartu gesek dan cium) – Tersedia scratch and sniff card yang mengandung 3 bau untuk menguji penciuman secara kasar.
d. The University of Pennsylvania Smell Identification Test (UPSIT) – Tes yang jauh lebih baik dibanding yang lain adalah UPSIT; ia sangat dianjurkan untuk pemeriksaan pasien dengan gangguan penciuman. Tes ini menggunakan 40 item pilihan- ganda yang berisi bau- bauan scratch and sniff berkapsul mikro. Sebagai contoh, salah satu itemnya berbunyi “Bau ini paling mirip seperti bau (a) coklat, (b) pisang, (c) bawang putih, atau (d ) jus buah,” dan pasien diharuskan menjawab salah satu dari pilihan jawaban yang ada. Tes ini sangat reliabel (reliabilitas tes-retes jangka pendek r = 0,95 ) dan sensitif terhadap perbedaan usia dan jenis kelamin. Tes ini merupakan penentuan kuantitatif yang akurat untuk derajat relatif defisit penciuman. Orang-orang yang kehilangan seluruh fungsi penciumannya akan mencapai skor pada kisaran 7- 19 dari maksimal 40. Skor rata-rata untuk pasien- pasien anosmia total sedikit lebih tinggi dibanding yang diperkirakan menurut peluang saja karena dimasukannya sejumlah bau- bauan yang beraksi melalui rangsangan trigeminal.

2. Langkah ke- dua menentukan ambang deteksi Setelah dokter menentukan derajat sejauh mana keberadaan sensasi kualitatif, langkah kedua pada pemeriksaan sensorik adalah menetapkan ambang deteksi untuk bau alkohol feniletil. Ambang ini ditetapkan menggunakan rangsangan bertingkat. Sensitivitas untuk masing- masing lubang hidung ditentukan dengan ambang deteksi untuk fenil-teil metil etil karbinol. Tahanan hidung juga dapat diukur dengan rinomanometri anterior untuk masing-masing sisi hidung.

TERAPI
A. Kurang Penciuman Hantaran.
Terapi bagi pasien-pasien dengan kurang penciuman hantaran akibat rinitis alergi, rinitis dan sinusitis bakterial, polip, neoplasma, dan kelainan-kelainan struktural pada rongga hidung dapat dilakukan secara rasional dan dengan kemungkinan perbaikan yang tinggi. Terapi berikut ini seringkali efektif dalam memulihkan sensasi terhadap bau: (1) pengelolaan alergi; (2) terapi antibiotik; (3) terapi glukokortikoid sistemik dan topikal; dan (4) operasi untuk polip nasal, deviasi septum nasal, dan sinusitis hiperplastik kronik.

B. Kurang Penciuman Sensorineural Tidak ada terapi dengan kemanjuran yang telah terbukti bagi kurang penciuman sensorineural. Untungnya, penyembuhan spontan sering terjadi. Sebagian dokter menganjurkan terapi seng dan vitamin. Defisiensi seng yang mencolok tak diragukan lagi dapat menyebabkan kehilangan dan gangguan sensasi bau, namun bukan merupakan masalah klinis kecuali di daerah- daerah geografik yang sangat kekurangan. Terapi vitamin sebagian besar dalam bentuk vitamin A. Degenerasi epitel akibat defisiensi vitamin A dapat menyebabkan anosmia, namun defisiensi vitamin A bukanlah masalah klinis yang sering ditemukan di negara-negara barat. Pajanan pada rokok dan bahan- bahan kimia beracun di udara yang lain dapat menyebabkan metaplasia epitel penciuman. Penyembuhan spontan dapat terjadi bila faktor pencetusnya dihilangkan; karenanya, konseling pasien sangat membantu pada kasus-kasus ini.

C. Kurang Penciuman Akibat Penuaan (Presbiosmia).
Seperti dijelaskan sebelumnya, lebih dari separuh orang yang berusia di atas 60 tahun menderita disfungsi penciuman. Belum ada terapi yang efektif untuk presbiosmia namun sangat penting untuk membicarakan masalah ini dengan pasien-pasien usia lanjut; dapat menenangkan bagi pasien ketika seorang dokter mengenali dan membicarakan bahwa gangguan penciuman memang umum terjadi. Selain itu, manfaat langsung dapat diperoleh dengan mengidentifikasi masalah tersebut sejak dini; insidensi kecelakaan akibat gas alam sangat tinggi pada usia lanjut, kemungkinan sebagian karena penurunan kemampuan membau secara bertahap. Merkaptan, bau busuk pada gas alam, adalah perangsang olfaktorius, bukan trigeminal. Banyak pasien yang lebih tua dengan disfungsi penciuman mengalami penurunan sensasi rasa dan lebih suka memakan makanan- makanan yang lebih kaya rasa. Metode yang paling umum adalah meningkatkan jumlah garam dalam diitnya. Konseling dengan seksama dapat membantu pasien- pasien ini mengembangkan strategi-strategi yang sehat untuk mengatasi gangguan kemampuan membaunya.

PROGNOSIS

Hasil akhir disfungsi penciuman sebagian besar bergantung pada etiologinya. Disfungsi penciuman akibat sumbatan yang disebabkan oleh polip, neoplasma, pembengkakan mukosa, atau deviasi septum dapat disembuhkan. Bila sumbatan tadi dihilangkan, kemampuan penciuman semestinya kembali. Sebagian besar pasien yang kehilangan indra penciumannya selama menderita infeksi saluran napas bagian atas sembuh sempurna kemampuan penciumannya; namun, sebagian kecil pasien tak pernah sembuh setelah gejala- gejala ISPA lainnya membaik. Karena alasan-alasan yang belum jelas, pasien- pasien ini sebagian besar adalah wanita pada dekade keempat, kelima, dan keenam kehidupannya. Prognosis penyembuhannya biasanya buruk. Kemampuan dan ambang pengenalan bau secara progresif turun seiring bertambahnya usia. Trauma kepala di daerah frontal paling sering menyebabkan kurang penciuman, meskipun anosmia total lima kali lebih sering terjadi pada benturan terhadap oksipital. Penyembuhan fungsi penciuman setelah cedera kepala traumatik hanyalah 10% dan kualitas kemampuan penciuman setelah perbaikan biasanya buruk. Pajanan terhadap racun- racun seperti rokok dapat menyebabkan metaplasia epitel penciuman. Penyembuhan dapat terjadi dengan penghilangan bahan penyebabnya. Source: thtkl.wordpress.com
Published with Blogger-droid v1.7.4

Penderita AIDS Pertama di Dunia dan Indonesia

Kasus manusia penderita AIDS pertama di dunia? AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981 , ketika Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii ) pada lima laki- laki homoseksual di Los Angeles . Kasus penderita AIDS pertama di Indonesia? Tahun 1983 dr. Zubairi Djoerban, staf Sub- Bagian Hematologi-Penyakit Dalam FK UI, meneliti kalangan homoseksual dan waria di Jakarta terkait leukemia. Hasil penelitian dr Zubairi ada tiga waria yang menunjukkan gejala mirip AIDS. Tapi, karena ketika itu defenisi AIDS masih kabur maka gejala itu, lemas- lemas seperti yang dikeluhkan ketiga waria itu, disebut sebagai AIDS related complex (ARC). Tahun 1986 seorang perempuan berusia 25 tahun meninggal dunia di RSCM Jakarta. Tes darahnya memastikan bahwa dia terinfeksi HTLV-III , dan dengan gejala klinis yang menunjukkan AIDS. Kasus ini tidak dilaporkan oleh Depkes. Pada tahun yang sama Direktur RS Islam Jakarta, dr H Sugiat, melaporkan kasus pasien yang mati di rumah sakit itu (7/ 1- 1986) karena AIDS melalui surat kepada Menkes melalui Kanwil Depkes DKI Jakarta. Ditemukan virus HTLV III dalam darah pasien melalui tes darah metode ELISA. Contoh darah pasien tsb. dites dengan Western blot di RS Walter Reed, AS, hasilnya negatif. Belakangan kematian pasien itu disebut- sebut sebagai ARC. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes, Prof Dr AA Loedin kembali menegaskan bahwa saat ini penderita AIDS belum ada di Indonesia, tetapi penderita gejala ringan AIDS yang disebut AIDS Related Complex (ARC), sudah cukup banyak. “Jumlah penderita ARC kalau dihitung mencapai ratusan.” (Suara Karya, 9/ 4- 1986). Namun demikian Pemerintah selalu mendengung- dengungkan kasus AIDS pertama di Indonesia adalah kasus AIDS yang terdeteksi pada seorang wisatawan Belanda di RS Sanglah, Denpasar, Bali, 1987. EGH, 44 tahun, seorang turis asal Belanda di RS Sanglah, Denpasar, Bali, 5 April 1987 karena penyakit terkait AIDS. EGH tiba di Denpasar tanggal 26 Maret 1987.
Published with Blogger-droid v1.7.4
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...