Bagus mi Makassar-kah? Pertanyaan itu tiba-tiba menyeruak di kepala saya saat mengendarai motor menuju kantor pagi tadi. Betapa tidak, banyak baliho dan spanduk narsis terpasang menjelang pemilihan gubernur Sulawesi Selatan Januari 2013 mendatang. Baliho dan spanduk yang tersebar di sisi jalan ataupun persimpangan jalan terkesan mengotori kota. Terus terang saya yang tiap hari menggunakan jalan protokol di Makassar semakin muak dengan penuhnya pemandangan jalanan dengan iklan narsis, berisi janji-janji muluk bersanding dengan foto tersenyum calon Gubernur Sulsel.
Kalau di EYD-kan dalam Bahasa Indonesia, pertanyaan tersebut adalah Sudah Baguskah Makassar? Saya secara terbuka mempertanyakan kapabilitas semua calon gubernur Sulsel yang berjumlah tiga pasang. SAYANG (Syahrul Yasin Limpo - Agus Arifin Nu'mang), IA (Ilham Arief Sirajuddin - Azis Kahar Muzakkar), dan GARUDA-NA (Andi Rudiyanto Asapa - Andi Nawir). Mengapa pertanyaan Bagus mi Makassar-kah? jadi perwakilan pertanyaan untuk semuanya? Karena semuanya adalah pemimpin, hampir semua kandidat adalah kepala daerah, wakil kepala daerah, atau mantan kepala daerah. Hanya Azis Kahar Muzakkar yang wakil rakyat, anggota DPD-RI.
Mengapa pertanyaan tersebut tiba-tiba datang di kepala saya? Sederhana saja, terkhusus buat Walikota Makassar, Pak Ilham Arief Sirajuddin yang mencalonkan diri, sudah bagus mi Makassar-kah sampai berani ki' maju jadi calon Gubernur? Kalau bagusmi, maju meki', kalau belumpi, tahu diri meki'. Indikator apa yang saya pakai melihat Makassar bagus? Sederhana ji. Aman dan tidak macet, indikator lain seperti kebersihan dan keindahan kota, Masyarakat Makassar bisa nilai sendiri. Yang lebih urgen lagi seperti pendidikan dan kesehatan (gratis), serta kesejahteraan rakyat, tidak beranika' menilai.
Kembali ke indikator saya (macet dan aman), kalau melihat titik kemacetan di Makassar yang semakin banyak, saya belum bisa katakan Makassar sudah bagus, malah terkesan semakin mundur. Soal keamanan, memang banyak pendatang menuju ke kota ini sekedar berlibur atau mengadu nasib, namun sudahkah mereka merasa nyaman tinggal di kota ini? Tanya sendiri. Nah kalau dari dua indikator ini saja Makassar belum bisa saya katakan bagus, tahu diri meki', mengurus Sulsel sebagai sebuah Provinsi lebih rumit dari mengurus Makassar yang merupakan bagian dari Sulsel.
Bagaimana dengan kandidat lain? Menurut saya sama saja. Mari bercermin, saya samakan pertanyaannya saja. Untuk Pak SYL, Sudah bagusmikah Sulsel? Untuk Pak Rudi, Sudah bagusmikah Sinjai? Entahlah, sudah bagus atau tidak jawabannya ada di kepala anda masing-masing. Kalau bagusmi, maju meki, saya dukung dengan doa agar Sulsel bisa ikut maju di tangan ta'. Kalau belum pi, atau dengan dalih "inilah yang terbaik (diantara yang terburuk)", maju meki pale', tapi kasihan ka' membayangkan Sulsel ke depannya. Bagus mi Makassar-kah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar