21 Agu 2010

Pembebasan dan Keringanan Hukuman bagi Koruptor



Pada Peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-65 tahun ini, banyak narapidana korupsi yang bebas bersyarat. Salah satunya terpidana korupsi APBD Kabupaten Kutai Kertanegara, Syaukani Hasan Rais yang mendapatkan grasi.

Selain pembebasan, ada juga pengurangan masa tahanan atau remisi kepada Aulia Pohan yang merupakan besan presiden yang tersangkut masalah korupsi, serta Artalyta Suryani, si Ratu Lobi yang sempat heboh beberapa waktu lalu terkait teleponnya yang disadap yang mengaitkan petinggi hukum di negeri ini, bahkan terseret kasus mafia Lembaga Pemasyarakatan yang kepergok diberi fasilitas mewah dalam sel tahanan.

Memang, remisi tahun ini diberikan kepada sekitar 5.400 Narapidana se-Indonesia karena beberapa pertimbangan antara lain berperilaku baik. Namun, Hal ini kemudian menimbulkan polemik hingga sekarang ini, terkhusus mengusik nurani saya sebagai seorang awam. Terlepas dari persoalan hukum, Apakah pantas seorang koruptor diberi pengurangan masa tahanan atau bahkan "hadiah" kebebasan? Sementara di Negara lain kesempatan untuk hidup bagi koruptor diminimalisir, koruptor diberi hukuman mati demi memberangus korupsi!!

Terkhusus untuk kasus pembebasan narapidana, semua kasus (pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, korupsi, dll) disamaratakan di mata hukum. Berdasarkan Pasal 14 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden Republik Indonesia berhak untuk memberikan grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (Pasal 1). Presiden juga berhak memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 2).

Setelah googling beberapa jam, saya mendapatkan pengertian grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi berikut ini

Grasi, dalam arti sempit berarti merupakan tindakan meniadakan hukuman yang telah diputuskan oleh hakim. Dengan kata lain, Presiden berhak untuk meniadakan hukuman yang telah dijatuhkan oleh hakim kepada seseorang.

Amnesti, merupakan suatu pernyataan terhadap orang banyak yang terlibat dalam suatu tindak pidana untuk meniadakan suatu akibat hukum pidana yang timbul dari tindak pidana tersebut. Amnesti ini diberikan kepada orang-orang yang sudah ataupun yang belum dijatuhi hukuman, yang sudah ataupun yang belum diadakan pengusutan atau pemeriksaan terhadap tindak pidana tersebut.

Amnesti berbeda dengan grasi, abolisi atau rehabilitasi karena amnesti ditujukan kepada orang banyak. Pemberian amnesti yang pernah diberikan oleh suatu negara diberikan terhadap delik yang bersifat politik seperti pemberontakan atau suatu pemogokan kaum buruh yang membawa akibat luas terhadap kepentingan negara.

Abolisi, merupakan suatu keputusan untuk menghentikan pengusutan dan pemeriksaan suatu perkara, di mana pengadilan belum menjatuhkan keputusan terhadap perkara tersebut. Seorang presiden memberikan abolisi dengan pertimbangan demi alasan umum mengingat perkara yang menyangkut para tersangka tersebut terkait dengan kepentingan negara yang tidak bisa dikorbankan oleh keputusan pengadilan.

Dan Rehabilitasi, merupakan suatu tindakan Presiden dalam rangka mengembalikan hak seseorang yang telah hilang karena suatu keputusan hakim, di mana dalam waktu berikutnya terbukti bahwa kesalahan yang telah dilakukan seorang tersangka tidak seberapa dibandingkan dengan perkiraan semula. Atau bahkan, ia ternyata tidak bersalah sama sekali.

Fokus rehabilitasi ini terletak pada nilai kehormatan yang diperoleh kembali dan hal ini tidak tergantung kepada Undang-undang tetapi pada pandangan masyarakat sekitarnya.

Dalam kasus Syaukani, grasi diberikan karena pertimbangan kemanusiaan semata, Syaukani mengalami kelumpuhan disebabkan karena penyakitnya sehingga dianggap tak sanggup lagi menjalani hukuman dalam tahanan.

Sebagai catatan penutup, saya teringat beberapa waktu lalu saat melakukan peninjauan kesehatan di Lembaga Pemasyarakatan, tak seperti bayangan saya sebelumnya tentang "penjara" (yang sekarang berganti sebutan, Lapas), warga dalam Lapas asyik bercengkrama, berbincang bersama seolah tak ada persoalan hidup yang menimpanya. Tak ada sel tahanan yang angker kecuali di malam hari, sel sepertinya hanya diperuntukkan sebagai ruang tidur saja bagi narapidana yang berperilaku "baik". Semua fasilitas ada dalam Lapas, termasuk lapangan Futsal dan makan gratis.

Jika begini, asik dong para koruptor, jika telah memperoleh "hasil" yang banyak dari korupsi, beruntunglah dia. Pun jika sedang apes, tak perlu takut karena kondisi Lapas lebih kondusif, lebih tenang menjalani hidup..
Astagfirullaah...

Lalu, bagaimana pendapat anda mengenai hal ini?


[dari berbagai sumber]

1 komentar:

  1. terima kasih buat infonya.
    komen saya: saya tidak setuju dengan perkataan anda bahwa sangat enak didalam penjara. itu hanya penglihatan anda saja dari luar tapi coba anda didalam lapas tersebut dan merasakan apa yang sedang mereka alami. 1 minggu saja anda berada dalam lapas itu. jangan gampang sekali kita mengatakan bahwa mereka enak disana. bagaimana dengan makanannya, bergizi atau...
    fasilitas kesehatan, apakah benar2 dilayani dengan baik atau....
    bagaimana dengan jika tidur dimalam hari, beralaskan apa? dan adakah menghangat badannya?
    bagaimana dengan keamanan mereka, aman atau...
    "segalanya uang".
    lalu jika anda bandingkan dengan anda saat ini, bagaimana? kalau memang enak, sekalian aja anda berada disana jangan melalui korupsi atau berbuat apa aja gitu. saya kira kita harus dewasa dalam mengucapkan kata-kata dan bisa memahami apa yang mereka rasakan. terima kasih.

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...