Pagi tadi, menyempatkan diri jalan-jalan ke lapas (Lembaga Pemasyarakatan). Bukan menjenguk teman, namun menemani teman. Karena saya hobi jalan-jalan apalagi gratis, saya ikut saja.
Teman dapat informasi dari dokter Poliklinik Lapas bahwa setelah diperiksa, ada penghuni Lapas yang positif HIV sehingga butuh konsultasi dengan petugas kesehatan tentang penanganannya. Makanya kami ke Lapas. Saat di Lapas, kami disambut dengan baik dan ramah oleh dokter Lapas. Kami langsung saja tanya ini-itu. Intinya, menurut dokter ada dua orang yang terindikasi mengidap HIV. Yang satu terungkap karena pengakuan sendiri, dan yang lainnya karena pemeriksaan darah oleh dokter sendiri. Adapun kedua pasien ini adalah "kiriman" dari ibukota propinsi (Makassar), entah mengapa dipindahkan.
Akhirnya, setelah diskusi beberapa saat, tibalah akhirnya "menghadirkan" pasien yang dimaksud, hanya untuk di observasi saja. Karena belum pernah dilatih dalam hal tata laksana kasus HIV dan ini adalah kasus pertama, maka kami sedikit kerepotan menjurus kalang kabut. Bingung mau berbuat apa. Hehehe... Petugas Kabupaten gayanya sajjah. Dalam proses "menghadapkan" pasien kepada kami, saya salut dengan tekinik yang dipakai dokter. Bukan dua orang tersebut yang langsung dipanggil menghadap, namun seluruh teman sekamar pasien (total berjumlah tujuh orang). Saat mereka semua telah berkumpul, dokter melakukan interogasi (dengan wajah jutek, teknik "jutek" ini agar penghuni lapas segan pada dokter. Ah, seperti Ospek saja, junior menghadap sama seniornya).
Mereka kemudian ditanyai satu persatu mengenai keluhan kesehatannya, ada yang menjawab lemah karena kurang tidurlah, gatal-gatallah, dan sebagainya. Diantara tujuh orang tersebut, di"seliplah" dua orang tadi. Tentu saja ini dilakukan agar teman sekamarnya tidak mencurigai dua orang ini, dan menjadi panik lalu menjauhi keduanya bila tahu dua orang ini positif HIV. Setelah semuanya ditanyai, dikondisikan kedua orang yang HIV untuk tinggal dulu untuk mendapatkan konseling. Hehehe...dokter yang pintar (ya iyalah, dokterrrrr).
Setelah observasi, kami bingung juga mau apa selanjutnya. Akhirnya saya browsing internet lewat hp mengenai tatalaksana HIV di lapas, dapat! Disebutkan bahwa penderita HIV mesti didampingi oleh pendamping masing-masing (dalam hal ini LSM), mulai dari Lapas, keluar Lapas (bebas), hingga di Masyarakat nanti. Tak dirinci bagaimana metode dan teknis pendampingannya, intinya tidak boleh ada tahanan yang tahu akan masalah ini. Namun yang pasti, ini memberi sedikit pencerahan pada kami akan tindakan selanjutnya. Pihak Poliklinik Lapas dan Dinas Kesehatan Kabupaten akan berkoordinasi dengan LSM HIV yang ada di Makassar dalam rangka pendampingan pada dua orang pasien/tahanan tadi.
Tuntas kunjungan lapas hari ini, akhirnya kembali ke kantor dan berkoordinasi (lanjutan) dengan Dinas Kesehatan Propinsi lewat telepon. Cukup teman saya yang menelepon ke petugas Propinsi. Lalu terdengar sayup suara dari telepon " Saya bagaimana?". Maklumlah, baik Propinsi apalagi kabupaten tidak mempunyai dana alokasi untuk LSM pendamping (Paling tidak, disediakan dana untuk biaya transportasi para pendamping, petugas propinsi berkata demikian karena bingung juga bagaimana pendanaan pendampingan). Aduh, yaaaaaaaahhhh. Gimana dong solusinya? Semoga ada personil LSM yang tinggal di dekat Lapas.
Terima kasih jalan-jalannya, teman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar