Masa Orientasi Siswa, MOS, itulah yang sedang “dihadapi” si bungsu paling tidak hingga dua hari kedepan. Ya, adik bungsuku ini baru lulus esempe trus lulus masuk esemu. Tahun ini pemerintah kota mengadakan MOS di tiap sekolah dan hari pertama tadi pembukaannya dipusatkan di tengah kota Makassar, Karebosi, yang dihadiri sekira 25 ribu siswa SD, SMP dan SMA se Kota Makassar.
Katanya, MOS massal ini sengaja digelar untuk menanamkan benih anti kekerasan dan anti pornografi kepada siswa. Pembukaan MOS massal ini dirangkaikan dengan deklarasi komitmen pelajar Makassar cinta damai, diisi juga dengan berbagai hiburan seperti penampilan tari-tarian tradisional, atraksi barongsai, band lokal, dan penampilan artis. MOS merupakan proses pendekatan kepada siswa baru. Katanya (lagi), kalau yang lalu-lalu selalu diidentikkan dengan kekerasan, sekarang lebih kepada hal-hal yang positif. Setelah MOS pusat, akan diadakan MOS sekolah besoknya. MOS di sekolah akan diisi dengan materi ruangan. Tujuannya, untuk menghindari kekerasan atau hal-hal negatif lainnya. Materi itu antara lain wawasan wiyata mandala, kesadaran berbangsa dan bernegara, pengenalan kurikulum, bimbingan mental dengan ibadah bersama, etika berlalu lintas, dan ceramah anti narkoba, HIV/AIDS dan pornografi.
Hmmm. Menarik.. Namun demikian, masih ditemukan pernak-pernik ala perpoloncoan di jaman batu dahulu, seperti tas karung/plastik/kardus, topi warna-warni, ikat rambut ikal warna-warni, dan sebagainya. Bingung juga sayanya, katanya konsep baru? Koq sepertinya sama saja? Perpeloncoan dibalut materi “positif”?. Seperti adik saya, kelengkapannya yang diperintahkan senior terkesan sederhana namun ternyata, naudzubillah, sulitnya minta ampun. Tali rafia warna putih. Mungkin sibungsu lagi kena sial, karena temannya yang lain “cuma” kebagian tali rafia warna “alami”, merah, hijau, kuning, biru, ungu. Eits, warna tali rafia terakhir tadi (ungu) mengingatkan saya pada saat ospek dulu. Dulu (tahun 2001) warna tali rafia ungu sangat sulit didapatkan. Selain memang jarang, kendaraan untuk mencarinya pun (saat itu, sekali lagi) masih sangat sulit. Mesti keliling seantero Makassar untuk mendapatkannya. Adanya Cuma di pasar senggol bilangan jalan Cendrawasih atau Pasar Ospek pintu 1 Unhas yang saat itu belum beroperasi. Saat itu, ospek di fakultas bertema ungu, mulai dari wig (rambut palsu), tongkat, topeng, sampai pistol air warnanya ungu. Saat itu, warna ungu sangat tidak populer sehingga sangat sulit didapatkan, pun kalau ada jumlahnya terbatas, di satu tempat, dan harganya berlipat kali lipat. Tak kalah akal, banyak teman saat itu (karena tak dapat atribut ungu) mengecat atributnya dengan cat minyak ataupun pilox. Bisa dibayangkan warna wig yang luntur saat dipakai berguling atau aktifitas lainnya. haha
Kembali ke tali rafia putih, entah berapa toko yang sibungsu (ditemani) ayah saya sudah geledah, namun seharian kemarin tali rafia putih tak kunjung terjaring. Untunglah, rafia putih belum dipakai pada MOS hari pertama tadi. Kreatifnya sibungsu, dalam keadaan terjepit dia sms saya, minta tolong di-hunting-kan tali rafia putih. Untunglah saat itu saya masih di jalan menuju rumah. Beruntunglah lagi sibungsu karena saat itu mood saya sedang enak dan dengan niat tulus bersedia meraziakannya tali rafia putih di toko-toko yang saya lewati. Walaupun tanpa niat sengaja ke ”pasar senggol” jika tak mendapatkannya, masuklah saya ke toko pertama di bilangan sekitar cakar toddopuli. Toko alat tulis menulis, baru dibuka minggu lalu.
Biar kelihatan tidak bego, saya bertanya (pertanyaan umum, karena sebenarnya baru kali ini saya mendengar ada tali rafia berwarna putih, saya masih tidak percaya) pada CSnya, ”mba.... tali rafianya ada?”, CS : ”oh, ada di belakang, paling ujung sebelah kanan” Saya : ”oh, makasih mba...” seraya menengok kebelakang. Saya lalu bergegas dengan langkah meyakinka ke ujung belakang sambil berharap ada tali rafia putih. Dibelakang saya mendapatkan sekira 20-an gulung tali rafia merah, hijau, kuning, biru, dan ungu. Eits, ada tali rafia ungu... beberapa kali saya bongkar susunan gulungan itu, berharap ada tali rafia putih terselip disana, namun biar berapa kalipun saya bongkar, tetap tidak ada. Saya lalu tanya pada CS yang lain. Saya : ”Mas, sebenarnya tali rafia putih ada tidak” CS : ”oh, sebenarnya ada, tapi disini stoknya sudah habis” dengan senyum ramah. Saya : ”ooohh, jadi ada yah.... makasih mas..” bergegas keluar toko dengan satu kepastian, ”tali rafia putih ada dimuka bumi”. Entah ini mukjizat Tuhan atau sibungsu yang memang beruntung, didepan Toko tadi saya temukan seonggok tali rafia, dalam keremang-remangan berwarna cerah (entah kuning atau merah pudar), diinjak oleh tukang bakso yang mangkal disitu. Bingo! Dalam hati saya berdoa, mudah-mudahan berwarna putih, dan penjual baksonya bukan si empunya tali. Tali rafia kemudian saya dekati, pungut, dan bertanya pada penjual baksonya. ”mas, ini tali rafianya yah???” ”oh, bukan.....” jawab tukang baksonya ”kalau begitu, saya ambil yah...” pintaku ”silahkan.... silahkan....” Dengan senang hati saya ambil tali rafia itu, bawa pulang, dan keluarga di rumah sangat senang, saking senangnya lupa berterima kasih... hehehe
Pesannya, jangan terpatok pada yang di etalase, dijual, dan serba instan. Cobalah juga melihat sekeliling, bisa jadi onggokan sampah menyelamatkan hidup anda. Dan, semoga tak ada lagi kekerasan dalam MOS kali ini. (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar