22 Jul 2010

Pengabdian yang Berbatas : Sebuah Catatan Perjalanan

Pagi tadi, entah mengapa tiba-tiba bersemangat ke kantor, padahal ada tugas "khusus" yang "terpaksa" dijalani. Ya, saya hanyalah seorang petugas "additional" surveilans, yang menggantikan "real" surveilans apabila mereka sedang berhalangan, atau lebih tepatnya sibuk dengan urusan surveilans yang lain. Tugas ini tergolong sulit, karena belum ada yang melaksanakan tugas ini sebelumnya (tentunya di wilayah Maros, karena kalau di daerah lain, tugas ini sudah sangat biasa), termasuk "real" surveilans. Investigasi campak, ya, itulah tugas khusus itu pagi tadi. Entah apa yang membuat saya bersemangat, mungkin faktor jalan-jalannya.

Investigasi sebenarnya hanya merupakan bahasa eufemisme saya yang menyamarkan tugas yang lebih terdengar agak kasar, "mengambil sampel" darah suspek campak atau lebih parah lagi, "kurir"! Karena yang lain berhalangan, jadilah saya mengambil sampel darah suspek campak itu, nun jauh disana, setengah jam perjalanan (pakai balap) untuk sampai tujuan, Cenrana.

Dengan bekal seadanya (Full tanki bensin, motor plat hitam, Surat Tugas handmade, SPPD yang dipastikan tak terbayar, sebotol air mineral isi ulang, tas pembagian, beberapa lembar format PE campak , dan nyali besar), saya berangkat. Sambil mendengar musik via headset, saya memacu motor, lumayan kencang karena ada mobil yang terus "menguntit" dari belakang, dan psikologis saya seperti biasa, pantang disalip. Jadilah Perjalanan saya tempuh sekitar setengah jam, mantapp..

Akhirnya sampai juga di Puskesmas Cenrana. Setelah bercengkrama dengan kepala Puskesmas dan stafnya, saya sempatkan mengabadikan beberapa gambar, sunyi.

Akhirnya sampai juga di Puskesmas Cenrana


Panorama di depan Puskesmas
Setelah menyiapkan alat, saya dan beberapa staf puskesmas (surveilans dan laboran) langsung meluncur ke tkp, rumah penderita campak
Enak yah di puskesmas, semua dapat plat merah. Cekidot
Karena penderitanya belum pulang sekolah, kami sambangi ke sekolahnya, mencari sang anak, dan memeriksanya. Ternyata sang anak masih merasakan gatal, walaupun demamnya sudah sembuh. Maaf, saya tak ambil gambar punggung anak itu yang masih gatal, takutnya blog ini di bredel.. hehe
Dengan peralatan standar seadanya, kami mengambil sampel darah
Maafkan om yah dek, adek jadi ksakitan diambil darahnya, tak ada permen untuk adek, duitnya sudah habis untuk pemilukada, sabar yah dek, om juga tidak dibayar kesini ngambil darahmu.
Perhatikan ekspresi teman-teman "korban", takut sambil bergosip
"kenapami itu temanta disuntik kodong?"
Setelah ngambil darah dan wawancara serta pelacakan kasus baru, kami kembali ke Puskesmas untuk memisahkan serum dari darah dengan sistem centrifuge.
Sekolahnya berada di belakang kantor Desa.
Kantor Desanya 31 km dari kota Maros? sepertinya lebih deh...

Laborannya sedang beraksi
Pak harun, nama petugas laborannya. Pak Harun tinggal di Cenrana, namun bekerja untuk tiga Puskesmas, Cenrana, Camba, dan Mallawa. Tiga wilayah kecamatan inilah yang berada di poros jalan menghubungkan antara Maros dan BoneBanyak kemudian staf puskesmas (khususnya laboran dan dokter) enggan mengabdi di daerah ini. Mungkin karena jauh dan wilayah yang luas serta medan yang berat.

Darah di centrifuge untuk menghasilkan serum
Kembali ke pak Harun, Sebenarnya, proses centrifuge lah yang membuat saya mesti ke Cenrana, puskesmas mengaku tak punya cool box sebagai wadah serum. Serum harus disimpan pada suhu 2-8 Celcius hingga akhirnya diperiksa di Laboratorium rujukan nasional di Surabaya. Ada 2 opsi dalam penerimaan spesimen, pertama dalam bentuk darah yang tak perlu icebox atau kedua dalam bentuk serum. Jika masih berbentuk darah, saya mesti ke RS untuk men-sentrifugenya, tentunya ada kerepotan sendiri jika berurusan dengan birokrasi Rumah Sakit bukan?? Akhirnya saya "mengalah" membawa icebox sendiri ke Cenrana untuk mengambil serum, sampel campak
Repotnya membawa icebox/coolbox dengan motor dan medan mendaki serta berkelok-kelok
Setelah mengambil sampel, tiba saatnya pulang ke Maros. Dengan sangat berhati-hati, saya menyusuri jalan. Dengan menikmati perjalanan tentunya. Jalan sepi, hutan, dan pemandangan indah menjadi bumbu tersendiri hari ini.
Hutan dan Jurang silih berganti menyambut tiap lekuk jalan, waspada.
Gunung kapur berjejer sepanjang jalan, saya hanya sempat momotret yang ini.
masih sempat narsis. hehehe
ada ceruk gowa di gunung bati di tepi jalan. Tempat apa yah??
tangan kiri di HP, tangan kanan di setir, Nekad..

sunyi sepanjang jalan, kata teman, butuh semusim melaluinya.. hahaha

Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, ditutup banner pegadaian.
Semoga situs warisan dunia ini tak digadaikan


Pintu gerbang Air Terjun Bantimurung
Monyetnya ketutup kupu-kupu
Pukul 12, akhirnya tiba kembali dengan selamat di kantor, menyiapkan lagi spesimen untuk dikirim ke Dinkes Propinsi. Perjalanan yang menyenangkan karena dibawa senang, jangan dibawa susah, walaupun tak ada SPPDnya, kerja saja hingga ada batasnya suatu saat nanti. [bersambung?]
Motor yang setia menemani perjalanan hari ini, tengah belakang sana

Istirahat, melamun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...